Bisnis.com, JAKARTA - Pembebasan lahan untuk pengembangan Pulau Rempang, Batam mendapatkan penolakan dari warga setempat hingga memicu bentrokan pada Kamis (7/9/2023).
Badan Pengusahaan (BP) Batam selaku pemilik hak pengelolaan lahan (HPL) di Pulau Rempang, tengah berupaya melakukan pembebasan atau pengembalian lahan dengan memasang patok lahan. Namun, tindakan tersebut mendapat penolakan keras dari warga.
Adapun, Pulau Rempang memiliki luas sekitar 17.000 hektare. Rencananya, akan dikembangkan proyek strategis nasional (PSN) Rempang Eco-City yang akan mengubah permukaan pulau tersebut menjadi kawasan pengembangan terintegrasi untuk industri, jasa/komersial, agro-pariwisata, residensial, dan energi baru dan terbarukan (EBT).
Berikut 5 fakta pengembangan Pulau Rempang di Batam:
1. Digarap anak usaha Grup Artha Graha milik Tomy Winata
Berdasarkan catatan Bisnis, pengembangan kawasan tersebut dilakukan oleh PT Makmur Elok Graha (MEG), anak perusahaan Grup Artha Graha milik Tomy Winata.
Proyek ini memiliki nilai investasi sebesar Rp381 triliun sampai dengan 2080 dan ditargetkan dapat menyerap 306.000 orang tenaga kerja.
Untuk tahap pertama sampai 2040, akan direalisasikan investasi sekitar Rp29 triliun dengan perkiraan penyerapan kerja mencapai 186.000 orang melalui pengembangan industri manufaktur dan logistik, pariwisata MICE, dan kegiatan perumahan yang didukung oleh perdagangan dan jasa.
Baca Juga
2. Sempat tertunda 18 tahun
Adapun, Program Pengembangan Kawasan Rempang KPBPB Batam Provinsi Kepulauan Riau resmi diluncurkan pada Rabu (12/4/2023) setelah sempat tertunda selama 18 tahun. Pengembangan kawasan Rempang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari arah kebijakan dan langkah-langkah strategis pengembangan Kawasan Batam, Bintan, dan Karimun (BBK).
Pengembangan Rempang ini sebetulnya sudah berjalan sejak 2004 silam, yang ditandai dengan adanya nota kesepahaman antara Pemkot Batam dan Otorita Batam dengan PT MEG. Nota kesepahaman itu terkait rencana pembangunan kota wisata di Rempang dan Galang.
PT MEG yang merupakan anak perusahaan Grup Artha Graha milik Tommy Winata ini mendapatkan konsesi kerja selama 80 tahun. Sayangnya, rencana tersebut harus tertunda lantaran adanya masalah pembebasan lahan.
Proyek pengembangan Pulau Rempang diyakini akan memberikan keuntungan bagi negara dari sisi realisasi investasi, dan juga BP Batam selaku pemegang hak pengelolaan lahan di pulau tersebut dari sisi pemasukan pendapatan negara bukan pajak (PNBP).
3. Investasi dari China
Investasi pertama yang akan masuk di Pulau Rempang, yakni pembangunan pabrik kaca dan panel surya terintegrasi milik Xinyi International Investment Limited dari China. Nilai investasinya mencapai US$11,5 miliar atau setara dengan Rp173,51 triliun (asumsi kurs Rp15.088 per dolar US$).
Komitmen investasi hilirisasi pasir kuarsa tersebut diperoleh usai Presiden Joko Widodo atau Jokowi berkunjung ke China pada Juli 2023 lalu.
Menteri Investasi Bahlil Lahadalia mengatakan, komitmen investasi Xinyi itu bakal menggenjot upaya hilirisasi pasir silika atau kuarsa di dalam negeri untuk menjadi produk akhir kaca hingga panel surya mendatang.
“Oleh-oleh paling paten, hari ini Presiden menyaksikan penandatanganan MoU antara pemerintah Indonesia dengan Xinyi, ini perusahaan terbesar di dunia pemain kaca dengan market share kurang lebih 26 persen,” kata Bahlil melalui keterangan pers secara daring, Jumat (28/7/2023).
Diberitakan Bisnis sebelumnya, karena investasi hilirisasi pasir kuarsa bernilai besar tersebut, maka warga Rempang yang telah puluhan tahun bermukim di pulau tersebut harus direlokasi ke Sijantung di Pulau Galang dalam waktu dekat ini.