Bisnis.com, JAKARTA — Holding BUMN tambang MIND ID meminta pemerintah untuk mengkaji kembali rencana pengembangan wilayah PT Vale Indonesia Tbk. (INCO), termasuk penciutan sebagian konsesi tembang seluas 118.435 hektare.
Alasannya, INCO dinilai gagal memenuhi kewajiban investasi untuk proyek Sorowako, Pomalaa dan Bahodopi yang tertuang dalam kontrak karya (KK) hasil amandemen 17 Oktober 2014 lalu.
Merespons hal tersebut, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif meminta MIND ID untuk mengajukan langsung pendapat mereka ihwal status konsesi INCO menjelang masa akhir kontrak karya (KK) Desember 2025 mendatang kepada kementeriannya.
Seperti diketahui, Arifin telah menyetujui proposal investasi INCO pada rencana pengembangan seluruh wilayah (RPSW) pada 10 April 2023 lalu. RPSW itu berisikan sejumlah rencana perubahan komitmen investasi INCO untuk masa selepas perpanjangan kontrak menjadi izin usaha pertambangan khusus (IUPK) nantinya.
Adapun, INCO telah mengajukan permohonan IUPK ke Kementerian ESDM pada 17 April 2023 lalu.
“Jangan lewat macam-macam lah lewat media, iya [RDP Komisi VII kemarin], coba kita komunikasinya langsung saja sebaiknya begitu,” kata Arifin saat ditemui di Kementerian ESDM, Jakarta, Jumat (1/9/2023).
Baca Juga
Di sisi lain, Arifin berpendapat permohonan evaluasi kembali RPSW untuk melepas sebagian konsesi INCO justru bakal berdampak langsung pada portofolio MIND ID yang saat ini turut memegang saham pada perusahaan berbasis di Brasil tersebut.
“Kalau diciutkan kan berarti menciutkan MIND ID juga yang sudah di dalam itu, terus dipotong kan ciut sendiri,” kata dia.
Saat ini, mayoritas saham INCO dipegang oleh Vale Canada Limited (VCL) dengan porsi mencapai 44,3 persen. Adapun, VCL dimiliki 100 persen oleh Vale S.A. Sisanya, kepemilikan INCO dipegang oleh MIND ID sebesar 20 persen, Sumitomo Metal Mining Co. Ltd. (SMM) 15 persen, dan publik 20,7 persen.
Lewat beberapa kali negosiasi divestasi saham, INCO bersedia melepas 14 persen sahamnya kepada MIND ID, dengan tetap memegang kendali atas operasi dan finansial.
VCL berkomitmen melepas 10,5 persen sahamnya sehingga kepemilikan di INCO menjadi 33,29 persen. Selanjutnya, SMM siap melepas 3,5 persen porsi sahamnya sehingga kepemilikannya menjadi 11,53 persen. Dengan pelepasan sebagian saham dua entitas asing itu, MIND ID bakal memegang saham mayoritas INCO menjadi 34 persen.
Sebelumnya, Direktur Utama MIND ID Hendi Prio Santoso mengungkapkan bahwa INCO belakangan terbukti gagal memenuhi kewajiban investasi yang menjadi bagian dari kewajiban KK yang bakal berakhir Desember 2025. Hendi mencontohkan, komitmen untuk meningkatkan produksi nickel matte 25 persen pada Proyek Sorowako dari rata-rata produksi aktual 2009-2013 belum terlaksana hingga saat ini.
Lewat KK amandemen 2014, INCO saat itu berkomitmen untuk berinvestasi pada pembangunan kapasitas dryer & klin untuk meningkatkan rata-rata produksi pada blok tersebut. Hanya saja belakangan, lewat pengajuan perpanjangan menjadi IUPK, INCO mengganti komitmen itu menjadi pembangunan pabrik high pressure acid leaching (HPAL) kapasitas produksi kurang lebih 60.000 mixed hydroxide precipitate (MHP).
“Vale mengajukan usulan substitusi dari kewajiban berupa tambang nikel ke HPAL di Sorowako, jadi tidak mengembangkan RKEF lagi tapi substitusi menjadi HPAL, nah ini masih dalam tahapan studi persiapan, ini harus dicatat karena ini terkait dengan syarat dalam KK yang harus diikuti,” kata Hendi saat RDP dengan Komisi VII di DPR, Jakarta, Rabu (30/8/2023).
Selain itu, Hendi menambahkan, terdapat dua komitmen investasi INCO pada amandemen KK 2014 yang belakangan berubah di ujung masa konsesi. Hendi mengatakan, INCO mengubah usulan pengembangan fasilitas HPAL dengan Sumito pada kapasitas produksi sekitar 15.000 ton mixed sulphide precipitate (MSP).
Dalam RPSW yang disetujui April 2023 lalu, INCO belakangan berencana membangun fasilitas HPAL bersama dengan Huayou pada kapasitas produksi sekitar 120.000 mixed hydroxide precipitate (MHP).
Selanjutnya, dia membeberkan, usulan pengembangan proyek Bahodopi pada KK 2014 juga tidak menunjukan kemajuan signifikan dari sisi keekonomian dan kelayakan bisnis. Selain adanya pasal-pasal perjanjian yang memberikan mitra private dividends, dia mengatakan, proyek itu juga belum mendapat pasokan energi yang kompetitif untuk menopang pembangunan pabrik rotary kiln-electric furnace (RKEF). Proyek ini disebutkan akan menggunakan sumber energi LNG, kendati belum adanya kontrak pasokan yang tercipta.
“Dari ketiga kewajiban dalam KK ini, kami berharap pemerintah dapat melakukan pengkajian dan penilaian sehingga apabila komitmen pengembangan tidak terpenuhi, maka sesuai aturan KK maka perlu dilakukan relinquishment di area terkait proyek,” kata Hendi.
Hendi turut meminta dukungan parlemen untuk dapat mendorong penciutan konsesi tembang milik INCO yang tertuang pada RPSW.