Bisnis.com, JAKARTA — Sekretaris Jenderal Dewan Energi Nasional (DEN) Djoko Siswanto memastikan harga jual Pertalite usulan PT Pertamina (Persero) yang ingin ditingkatkan nilai oktannya menjadi RON 92 akan tetap di angka Rp10.000 per liter.
Djoko mengatakan harga Pertalite nanti akan dipertahankan kendati belakangan Pertamina mengusulkan adanya peningkatan kualitas atau nilai oktan bahan bakar kompensasi tersebut.
“Pertalite tidak dihapus tetap dengan harga Rp10.000 per liter cuman RON dinaikan kualitasnya jadi 92 itu aja tidak ada penghapusan, tidak ada penghentian,” kata Djoko saat ditemui di parlemen, Jakarta, Kamis (31/8/2023).
Seperti diketahui, Pertamina sebelumnya menyampaikan usulan penjualan BBM Pertalite dengan RON 90, untuk diganti dengan bensin bauran 7 persen etanol (E7). Produk bauran yang disebut terakhir itu disebut dengan Pertamax Green 92.
“Jadi Pertalite tetap Pertalite, kualitasnya saja ditingkatkan,” kata dia.
Kendati demikian, Pertamina mengatakan usulan itu masih berupa kajian internal perusahaan untuk menekan gas buang dari sektor transportasi saat ini.
Baca Juga
“Ini kami lanjutkan sesuai dengan rencana Program Langit Biru tahap dua, di mana BBM subsidi kita naikkan dari RON 90 ke RON 92. Karena aturan KLHK itu menyatakan oktan number yang boleh dijual di Indonesia itu minimal 91,” kata Nicke saat rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi VII di DPR, Jakarta, Rabu (30/8/2023).
Adapun, Pertamina nantinya hanya akan menjual tiga produk BBM yakni Pertamax 92, Pertamax 95 hasil campuran etanol 8 persen serta Pertamax Turbo. Dua produk bensin yang disebut pertama akan jadi lini bahan bakar hijau dari Pertamina mendatang.
“Tentu kita berharap dengan kita push dari sisi demand maka investasi di sektor bioenergi akan meningkat, apalagi pemerintah telah mengeluarkan Perpres di mana kemudian mengalokasikan 700.000 hektare untuk swasembada gula dan etanol, kami harap dari situ ada tambahan 1,2 juta kiloliter untuk suplai ke gasoline,” kata Nicke.
Produk Pertamax Green 92 diharapkan dapat beredar di tengah masyarakat sebanyak 32,68 juta kiloliter (KL) pada tahun depan. Dengan asumsi bauran 7 persen, etanol yang dibutuhkan saat itu diperkirakan mencapai 2,29 juta KL.
Sementara itu, pada tahun yang sama, produksi Pertamax Green 95 diperkirakan dapat mencapai 62.231 KL dengan serapan etanol sebesar 4.978 KL.
“Kami perlu support tentu satu pembebasan bea cukai [etanol], kedua sampai investasi bioetanol ini terjadi di dalam negeri, maka kita harus impor dulu tapi itu tidak masalah karena kita pun impor gasoline, kami hanya ganti impor gasoline dengan etanol,” ujarnya.