Bisnis.com, JAKARTA - Ahli emisi udara dari Universitas Sultan Agung Tirtayasa Anton Irawan melihat emisi pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) berbasis batu bara sudah bukan masalah utama yang menyebabkan polusi udara.
Agung menjelaskan bahwa rata-rata PLTU sudah dipasang teknologi electrostatic precipitator alias ESP untuk menangkap fly ash terkonsentrasi menjadi bahan baku semen. Hasil penyaringan fly ash dengan ESP itu mencapai 99,5 persen sehingga tidak beterbangan.
“Fly ash sudah menjadi nilai tambah, jadi memang sudah sangat ramah,” ujar Anton dalam keterangannya kepada media, dikutip Jumat (25/8/2023).
Menurut Agung, hasil penyaringan emisi tersebut sebenarnya juga bisa terlihat secara kasat mata dari perbedaan asap yang dikeluarkan dari PLTU berteknologi ESP.
Selain itu, banyak PLTU yang memperoleh penghargaan patuh terhadap aturan yang ditentukan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan kehutanan (KLHK).
Oleh sebab itu, menurutnya, PLTU batu bara jangan terlalu dijadikan kambing hitam sebagai penyebab polusi udara.
Baca Juga
“Sekarang sudah bagus pengelolaan pembangkitanan listrik berbasis batu bara di Tanah Air, dan tinggal bagaimana pemantauan oleh pemerintah sehingga emisi udara ambien tetap dibawah baku mutu emisi sesuai PP No. 22/2021 pada lampiran VII,” tambahnya.
Lagi pula, Anton menegaskan, kajian yang dilakukan saat ini menunjukkan bahwa tidak ada emisi yang mengarah ke Jakarta untuk bulan Juli-Agustus.
“Pada Juli-Agustus tahun ini, angin sedang mengarah ke Samudra Hindia. Jadi sangat tidak mungkin mengarah ke Jakarta dengan jarak yang lebih dari 100 km,” ujarnya.
Sudah banyak kajian yang menyatakan transportasi sebagai penyebab utama polusi udara. Namun, perlu dilakukan investigasi lebih lanjut untuk sumber emisi yang menyebabkan kualitas udara di Jakarta menurun.