Bisnis.com, JAKARTA -- Presiden Brazil Luiz Inacio Lula da Silva, pada Rabu (23/8/2023) menyerukan agar negara-negara yang tergabung dalam Brazil, Russia, India, China, South Africa (disingkat BRICS) menciptakan mata uang bersama.
Mengutip Reuters, Kamis (24/8/2023) mata uang bersama negara berkembang ingin untuk menjembatani perdagangan dan investasi antar anggota. Upaya ini sekaligus langkah mengurangi kerentanan terhadap fluktuasi nilai tukar dolar.
“[Mata uang BRICS] meningkatkan pilihan pembayaran dan mengurangi kerentanan kita,” jelasnya, pada sesi pleno pembukaan KTT.
Meski demikian mata uang BRICS tidak termasuk dalam agenda KTT. Pada Juli 2023, menteri luar negeri India juga mengatakan bahwa tidak ada ide mengenai mata uang BRICS. Lalu, sebelum ia pergi ke KTT, mengatakan bahwa meningkatkan perdagangan dalam mata uang nasional akan dibahas.
Presiden Rusia, Vladimir Putin mengatakan bahwa pertemuan tersebut akan mendiskusikan pengalihan perdagangan antara negara-negara anggota dari dolar ke mata uang nasional.
China sendiri juga belum berkomentar terkait hal tersebut. Sang Presiden, Xi Jinping, berbicara pada pertemuan tersebut untuk mempromosikan reformasi sistem keuangan dan moneter internasional.
Baca Juga
Tantangan dalam Mata Uang BRICS
Gubernur bank sentral Afrika Selatan Lesetja Kganyago pada Juli 2023 mengatakan bahwa memabangun mata uang BRICS akan menjadi sebuah proyek politik.
"Jika Anda menginginkannya, Anda harus memiliki serikat perbankan, Anda harus memiliki serikat fiskal, Anda harus memiliki konvergensi ekonomi makro," ungkapnya.
Menurutnya, yang penting adalah perlunya mekanisme pendisiplinan untuk negara-negara yang tidak sejalan. Tak hanya itu, bank sentral juga diperlukan. Kganyago juga bertanya dimana letak bank sentral tersebut nanti.
Peneliti senior di Zhejiang University, Herbert Poenisch juga mengatakan ketidakseimbangan perdagangan dapat menjadi masalah. Menurutnya, semua negara anggota BRICS menjadikan China sebagai mitra dagang utama mereka, dan hanya sedikit yang melakukan perdagangan satu sama lain.
Menjadi Ancaman Terhadap Dolar?
Sebagaimana diketahui, para pemimpin BRICS mengungkapkan bahwa mereka ingin lebih banyak menggunakan mata uang nasional dibandingkan dolar.
Anggapan tersebut menguat ketika bank sentral Amerika Serikat (AS) atau Federal Reserve (The Fed) menaikkan suku bunga dan Rusia menginvasi Ukraina, sehingga membuat utang dalam bentuk dolar dan banyak impor menjadi lebih mahal.
Tak hanya itu, Rusia yang ‘dikucilkan’ dari sistem keuangan global yang dijatuhkan oleh sanksi-sanksi pada 2022, memicu spekulasi bahwa sekutu-sekutu non-barat akan beralih dari dolar.
"Proses dedolarisasi hubungan ekonomi kita yang obyektif dan tidak dapat diubah mendapatkan momentum," jelas Putin pada KTT BRICS, Selasa (22/8/2023).
Namun, dolar sendiri masih mendominasi perdagangan global. Menurut Bank of International Settlements Data, dolar masih mendominasi hampir 90 persen transaksi valas global.
Dedolarisasi juga membutuhkan eksportir dan importir yang tak terhitung jumlahnya. Tak hanya itu, peminjam, pemberi pinjaman, dan pedagang mata uang di seluruh dunia, perlu secara mandiri memutuskan untuk menggunakan mata uang lain.