Bisnis.com, JAKARTA- Asosiasi Roll Former Indonesia (ARFI) mencatat kenaikan penjualan produk baja ringan dengan rata-rata kenaikan di bawah 20 persen sepanjang semester I/2023.
Ketua Umum ARFI Nicolas Kesuma mengatakan kondisi manufaktur bidang roll forming saat ini berjalan cukup stabil, masih dalam optimisme meraih peningkatan utilitas.
"Rata-rata penjualan produk baja ringan dalam negeri di semester I/2023 terhadap semester I/2022 ada peningkatan, tetapi masih di bawah target yang dituju," kata Nicolas kepada Bisnis, (22/8/2023).
Jika dibadingkan dengan tahun lalu, rata-rata permintaan baja ringan semester I/2023 tak mengalami pertumbuhan signifikan.
Padahal, sebagai salah satu bahan baku material yang menopang struktur pembangunan properti, material ini dapat tumbuh positif seiring dengan pertumbuhan sektor properti yang diproyeksi semakin melaju.
Apalagi, produk baja ringan merupakan fondasi rangka atap bangunan, di mana peranannya penting dalam produksi properti.
Baca Juga
Dari sektor properti, produk roll forming yang banyak terserap di antaranya yaitu Canal C-profil yang dipakai untuk rangka atap kuda-kuda baja ringan, atap dan dinding metal lapis zinc/alumunium, floordek.
Di sisi lain, dalam catatan Bisnis, Indonesian Iron and Steel Industry Association (IISIA) memproyeksikan konsumsi baja nasional akan mengalami pertumbuhan hingga 6 persen menjadi 17,3 juta ton pada 2023.
Pada tahun 2022 lalu, IISIA memproyeksikan konsumsi baja nasional sebesar 16,3 juta ton. Berangkat dari data tersebut, konsumsi baja pada 2023 akan mengalami kenaikan seiring dengan pertumbuhan ekonomi Indonesia yang kian pulih.
Adapun, faktor yang diperkirakan akan mempengaruhi pertumbuhan konsumsi baja di antaranya yaitu berlanjutnya proyek-proyek strategis nasional (PSN) dan swasta khususnya di sektor infrastruktur dan energi.
Lebih lanjut,pembangunan Ibu Kota Negara (IKN), proyek kendaraan listrik serta adanya kebijakan dari pemerintah Indonesia mengenai program Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri (P3DN) juga pengenaan Bea Masuk Anti Dumping (BMAD) terhadap baja impor, juga berdampak pada naiknya konsumsi baja dalam negeri.