Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

China Deflasi 0,3 Persen pada Juli 2023, Pertama Sejak Februari 2021

China melaporkan deflasi 0,3 persen pada Juli 2023 (year-on-year) menyusul tren penurunan permintaan konsumen.
Seorang pembeli di sebuah toko kelontong di Beijing, China, pada hari Kamis, 4 Agustus 2022. China melaporkan penurunan indeks harga konsumen (IHK) sebesar 0,3 persen yoy pada Juli 2023./Bloomberg
Seorang pembeli di sebuah toko kelontong di Beijing, China, pada hari Kamis, 4 Agustus 2022. China melaporkan penurunan indeks harga konsumen (IHK) sebesar 0,3 persen yoy pada Juli 2023./Bloomberg

Bisnis.com, JAKARTA – China mencatatkan defliasi pada Juli 2023 di tengah melemahnya permintaan dalam negeri dan ekspor di negara dengan perekonomian terbesar kedua di dunia ini.

Melansir Bloomberg, Rabu (9/8/2023), Biro Statistik Nasional (NBS) China melaporkan indeks harga konsumen (IHK) turun 0,3 persen pada Juli 2023 dibandingkan bulan yang sama tahun sebelumnya (year-on-year/yoy).

Ini merupakan deflasi pertama sejak Februari 2021. Angka deflasi juga lebih rendah dari proyeksi ekonom dalam survei Bloomberg yang memperkirakan deflasi 0,4 persen.

Tak hanya itu, indeks harga produsen juga turun selama 10 bulan berturut-turut dengan kontraksi 4,4 persen (yoy) pada Juli, sedikit lebih rendah dari proyeksi.

Ini adalah pertama kalinya indeks harga konsumen dan produsen mencatat kontraksi bersamaan sejak November 2020.

China mengalami tren penurunan harga karena permintaan konsumen dan bisnis melemah setelah lonjakan awal pada kuartal I/2023 menyusul berakhirnya pembatasan pandemi.

Penurunan pasar properti yang berkepanjangan, anjloknya permintaan ekspor, dan lemahnya belanja konsumen juga membebani pemulihan ekonomi.

NBS mengatakan deflasi terjadi karena basis yang tinggi dibandingkan dengan tahun lalu dan memperkirakan kontraksi kemungkinan bersifat sementara dan permintaan konsumen terus membaik di bulan Juli.

"Dengan dampak dari basis yang tinggi dari tahun lalu yang berangsur-angsur memudar, IHK kemungkinan akan naik secara bertahap," ungkap statistik NBS Dong Lijuan seperti dilansir Bloomberg.

Sementara itu, angka IHK inti yang tidak termasuk biaya makanan dan energi naik menjadi 0,8 persen yoy. Ini menjadi tanda masih ada gairah permintaan yang mendasari, emskipun lemah.

Harga-harga barang-barang rumah tangga, makanan dan transportasi mengalami kontraksi, sementara harga-harga pengeluaran jasa, seperti rekreasi dan pendidikan, mengalami kenaikan.

Dengan menggunakan acuan deflator produk domestik bruto (PDB) yang menjadi acuan harga-harga di seluruh perekonomian, China mengalami deflasi di paruh pertama tahun ini. Dana Moneter Internasional (IMF) mendefinisikan deflasi sebagai "penurunan berkelanjutan dalam agregat harga," seperti IHK atau deflator PDB.

Meskipun deflasi mendorong Bank Rakyat China (PBOC) menambah stimulus moneter, bank sentral ini menghadapi beberapa kendala yang membuatnya harus berhati-hati, termasuk melemahnya yuan dan meningkatnya tingkat utang.

Para analis memperkirakan PBOC akan mengambil langkah-langkah moderat untuk melonggarkan kebijakan moneter di sisa tahun ini.

Tidak seperti pada akhir 2020 dan awal 2021 yang didorong oleh penurunan harga daging babi, deflasi kali ini didorong oleh faktor-faktor yang lebih berjangka panjang seperti penurunan permintaan eksternal dan penurunan properti.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper