Bisnis.com, JAKARTA – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dan Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo melakukan sosialisasi mengenai Devisa Hasil Ekspor (DHE) kepada pengusaha pada Senin malam, (31/7/2023).
Sebagaimana diketahui, aturan terkait DHE dari Kegiatan Pengusahaan, Pengelolaan, dan/atau Pengolahan Sumber Daya Alam (SDA) yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 36/2023 tersebut sudah mulai berlaku per hari ini, Selasa (1/8/2023).
“Saya bersama dengan Menko Ekon Pak @airlanggahartarto_official, Gubernur @bank_indonesia Pak Perry Warjiyo, dan Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan @ojkindonesia Pak Dian Ediana Rae bertemu dengan perwakilan pelaku usaha dari sektor-sektor yang terkait. Kami berbincang sembari menikmati makan malam sehingga suasana menjadi cukup santai,” ujarnya dikutip dalam akun Instagram @smindrawati.
Dalam pertemuan tersebut, Sri Mulyani melakukan high level discussion bersama eksportir SDA sektor pertambangan, perkebunan, perhutanan, dan perikanan, untuk menjelaskan kembali mengenai dasar adanya PP No.36/2023.
Dari Kementerian Keuangan, terdapat aturan turunan yaitu KMK No.272/2023 tentang Penetapan Jenis Barang Ekspor SDA yang wajib DHE. Dalam aturan tersebut, Bendahara Negara tersebut menambah 260 pos tarif wajib DHE, sehingga total 1.545 komoditas.
Selain KMK, terdapat pula PMK No. 73/2023 tentang Pengenaan dan Pencabutan Sanksi Administratif atas Pelanggaran DHE SDA. Pemerintah dalam hal ini Direktorat Jenderal Bea Cukai (DJBC) memiliki kuasa atas sanksi tersebut, dengan pertimbangan hasil pengawasan BI dan OJK.
Baca Juga
Adapun, Sri Mulyani menekankan bahwa kebijakan parkir DHE di dalam negeri ini akan menghasilkan dampak yang cukup besar terhadap likuiditas valas.
Proyeksi total nilai ekspor SDA untuk tahun ini saja senilai US$175 miliar. Sementara 93 persen diantaranya berpotensi memiliki Pemberitahuan Pabean Ekspor (PPE) lebih dari US$250.000.
“Maka potensi nilai ekspor yang wajib retensi adalah sekitar US$40 miliar – US$49 miliar. Dengan ketentuan retensi selama 3 bulan, maka ini berpotensi menambah likuiditas valas per tahun sebesar US$10 miliar – US$12 miliar, ini akan membantu negara kita memiliki cadangan devisa yang lebih baik!” tambahnya.
Dirinya juga menekankan bahwa pemerintah tidak akan ingin membuat kondisi dunia usaha jelek, justru sebaliknya dengan adanya kebijakan ini.
“Namun, perubahan memang tidak nyaman. Perubahan ini sangat kita perlukan untuk menguatkan perekonomian Indonesia.. demi kini dan nanti!” tutupnya.