Bisnis.com, JAKARTA - Social commerce TikTok Shop mengeklaim operasional mereka telah dikenakan pajak meskipun belum ada kebijakan rigid yang mengaturnya.
Head of Communications TikTok Indonesia, Anggini Setiawan perusahaan akan menyambut baik revisi Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No. 50/2020 tentang Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE). TikTok Indonesia mengaku akan tunduk dan patuh terhadap seluruh aturan yang ada saat revisi beleid itu diterbitkan.
"Sebenarnya sekarang kami sudah dikenakan pajak, meskipun dalam aturan Kemendag belum ada kata-kata social commerce," ujar Anggini dalam konferensi pers di Kementerian Koperasi dan UKM, Rabu (26/7/2023).
Sementara itu, Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Nailul Huda menegaskan bahwa sampai saat ini pungutan pajak belum diterapkan terhadap social commerce. Adapun untuk menekan gempuran produk impor di social commerce, Huda mendorong agar revisi Permendag No. 50/2020 bisa lebih detail mengkategorikan antara produk impor dan produk lokal.
Pproduk-produk impor seharusnya dikenakan biaya atau pajak lebih tinggi. Dengan begitu akan menjadi disinsentif bagi pelaku usaha (reseller) yang menjual produk impor, alih-alih produk lokal.
Penerapan pajak yang berbeda tersebut, akan mendongkrak daya saing produk lokal, terutama terkait dengan harga. Selain itu, saat produk impor lebih mahal maka diharapkan para reseller akan beralih menjual produk-produk lokal di social commerce.
Baca Juga
"Dengan ada biaya yang berbeda dan lebih tinggi [untuk produk impor] maka kita bisa menciptakan equal playing field," kata Huda dalam kesempatan yang sama.