Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

DPR Sahkan RUU Kesehatan, Nakes Ancam Mogok Nasional

Tenaga kesehatan dan medis mengancam untuk menggelar aksi mogok nasional setelah DPR resmi mengesahkan rancangan undang-undang (RUU) tentang Kesehatan.
Tenaga medis dan tenaga kesehatan melakukan aksi demo di depan Gedung DPR/MPR, Jakarta, Senin (5/6/2023) untuk menyuarakan penolakan pembahasan RUU Kesehatan Omnibus Law - BISNIS/Ni Luh Angela.
Tenaga medis dan tenaga kesehatan melakukan aksi demo di depan Gedung DPR/MPR, Jakarta, Senin (5/6/2023) untuk menyuarakan penolakan pembahasan RUU Kesehatan Omnibus Law - BISNIS/Ni Luh Angela.

Bisnis.com, JAKARTA - Tenaga kesehatan dan medis yang tergabung dalam lima organisasi profesi mengancam untuk menggelar aksi mogok nasional setelah Dewan Perwakilan Rakyat resmi mengesahkan rancangan undang-undang (RUU) tentang Kesehatan (omnibus law) menjadi Undang-undang.

Ketua Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI), Harif Fadhillah menyampaikan, pihaknya telah menggelar rapat kerja nasional pada 9-11 Juni 2023 di mana salah satu opsi yang akan dilakukan saat RUU Kesehatan disahkan menjadi UU adalah mogok kerja nasional.

“PPNI ini sudah rapat kerja nasional di 9 Juni--11 Juni lalu di Ambon. Sudah menyepakati salah satu opsinya adalah mogok nasional,” katanya kepada awak media di depan Gedung DPR/MPR, Selasa (11/7/2023).

Dia menuturkan, mogok nasional itu nantinya dilakukan secara kolektif dengan empat organisasi profesi lainnya, seperti IDI, IBI, IAI, dan PDGI. Namun, mogok nasional dikecualikan untuk tempat-tempat darurat seperti kamar bedah dan unit gawat darurat. 

Judicial review atau pengujian yudisial juga menjadi salah satu opsi organisasi profesi ini.

“Sebelum disahkan, sebenarnya sudah mikir uji materi. Tapi sebagai lembaga institusi yang menyuarakan kepentingan anggotanya ya segala upaya akan dilakukan termasuk judicial review,” ujarnya.

Sebelum disahkan sebagai UU, sejumlah poin yang tercantum dalam RUU Kesehatan mendapat sorotan dari tenaga medis dan kesehatan. Pertama, terkait isu mandatory spending atau besaran anggaran kesehatan yang semula 5 persen dari APBN dan 10 persen dari APBD kini dihilangkan.

Dihilangkannya mandatory spending, jelasnya, dapat mengancam tenaga medis dan kesehatan berstatus tenaga honorer dan sukarelawan.

Pasalnya, dia khawatir hilangnya mandatory spending akan berdampak pada pemberian gaji tenaga medis khususnya yang berstatus tenaga honorer dan sukarelawan, serta pembiayaan P3K yang dijanjikan oleh pemerintah.

“Itu kan memerlukan pembiayaan daerah lalu kalau mandatory spending-nya juga dihilangkan, bagaimana mereka akan dibayar?” tanya dia.

Kedua, hadirnya UU Kesehatan mencabut UU No.38/2014 tentang Keperawatan dan dinilai dapat menurunkan kepastian hukum dalam pengembangan profesi, keamanan profesi, dan perlindungan profesi perawat. Terakhir, adalah substansi UU Kesehatan yang dinilai memudahkan tenaga kesehatan asing masuk ke Indonesia.

“Artinya undang-undang ini sama saja, tidak ada yang lebih baik. Untuk itu, kami tolak Undang-undang ini,” pungkasnya. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Ni Luh Anggela
Editor : Muhammad Ridwan
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper