Bisnis.com, JAKARTA - Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (Menkop UKM) menyebut Project S TikTok Shop beresiko merugikan pelaku UMKM di dalam negeri. Adapun kecurigaan Project S TikTok Shop pertama kali muncul di Inggris, menjadi cara korporasi mengoleksi data produk yang laris-manis di suatu negara untuk kemudian diproduksi di China.
Saat ini TikTok dikategorikan bukan hanya sebagai media sosial, namun juga sebagai socio-commerce karena memiliki fitur yang memungkinkan pengguna untuk menjual produk atau jasa hingga transaksi. Produk-produk impor pun diakui kerap membanjiri pasar digital di Indonesia, termasuk di TikTok.
Merujuk studi World Economic Forum pada 2021, produk hijab hanya sekitar 25 persen diproduksi industri lokal. Sementara 75 persen lainnya dikuasai oleh produk impor. Padahal masyarakat Indonesia menghabiskan US$6,9 miliar untuk membeli 1,02 miliar hijab setiap tahun.
Mengantisipasi ancaman banjir produk impor tersebut, Teten mendesak Kementerian Perdagangan untuk mempercepat revisi Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No. 50/2020 tentang Perizinan Usaha, Periklanan, Pembinaan dan Pengawasan Pelaku Usaha dalam Perdagangan Melalui Elektronik (PPMSE).
Teten mengungkapkan pembahasan intensif dengan Kemendag telah dilakukan ihwal draft perubahan aturan tersebut, namun hingga kini perubahan final beleid tersebut masih macet di Kemendag. Di sisi lain, banyak bisnis UMKM mulai redup lantaran mandeknya kebijakan terbaru PPMSE.
"Ini sudah sangat urgen untuk menghadirkan keadilan bagi UMKM di pasar e-commerce. Kemendag perlu segera merevisinya," kata Teten dalam keterangan pers, Kamis (6/7/2023).
Baca Juga
Lebih lanjut Teten menjelaskan, Revisi Permendag No.50/2020 diyakini bisa membuat harga produk UMKM lebih bersaing dengan produk impor. Pengaturan white labeling juga akan lebih detail diatur sehingga tidak merugikan pelaku UMKM di Indonesia.
Revisi perubahan beleid itu juga diklaim mampu membatasi produk impor membanjiri di pasar digital dalam negeri. Di sisi lain, saat ini produk impor yang dijajakan di platform TikTok Shop dan e-commerce, kata Teten sudah banyak diproduksi di dalam negeri sehingga impor tidak diperlukan lagi.
"Kita bukan ingin menutup pasar Indonesia untuk produk asing. Tapi, kita ingin produk asing atau impor mengikuti aturan main yang sama dengan produk dalam negeri," kata Teten.
Sebelumnya, Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri, Kemendag, Isy Karim mengatakan sejumlah aturan yang akan direvisi dalam Permendag No.50/2020 mencakup pembuatan izin, hingga pengendalian terhadap penjualan barang-barang impor di media sosial (medsos) atau social commerce maupun marketplace. Nantinya, barang-barang impor yang dijual di platform digital akan dikenakan batas minimal transaksi.
"Semua sedang dibahas antar K/L [kementerian/lembaga], tapi intinya akan ada pembatasan dan minimal transaksi [barang impor]," kata Isy saat ditemui di Kantor Kemendag, Kamis (6/7/2023).