Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

BI Diramal Tahan Suku Bunga Acuan, Begini Dampaknya ke Sektor Properti

Persatuan Perusahaan Realestat Indonesia menilai kebijakan tak menaikkan suku bunga acuan dapat menjadi langkah tepat untuk membuat perekonomian berjalan stabil
Karyawan melintas di dekat logo Bank Indonesia di Jakarta, Senin (3/2/2020).
Karyawan melintas di dekat logo Bank Indonesia di Jakarta, Senin (3/2/2020).

Bisnis.com, JAKARTA - Bank Indonesia diperkirakan akan menahan suku bunga acuan di level 5,75 persen dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) bulan ini. Hal ini dinilai dapat menjadi sentimen positif bagi sektor properti meski tidak secara langsung. 

Sekretaris Jenderal Persatuan Perusahaan Realestat Indonesia (REI) Hari Ganie mengatakan, kebijakan tak menaikkan suku bunga acuan dapat menjadi langkah tepat untuk membuat perekonomian berjalan stabil, termasuk pemanfaatan kredit di dunia usaha.

"Tapi sebenarnya pergerakan suku bunga acuan Bank Indonesia ini tidak langsung berhubungan dengan suku bunga kredit perbankan selama ini, itu yang kami alami di sektor properti," kata Hari kepada Bisnis, Rabu (21/6/2023). 

Dia menerangkan, ketika suku bunga acuan mengalami kenaikan berturut-turut sejak Agustus 2022 lalu, sektor properti tidak merasakan dampak signifikan. Sebab, suku bunga kredit perbankan masih dapat ditahan dalam jangka waktu yang lama. 

Namun, dia tak memugkiri adanya tantangan makro ekonomi yang berdampak pada daya beli rumah komersial. Saat ini, segmen pasar yang paling diminati, yaitu rumah tapak dengan harga di bawah Rp1 miliar. 

"Segmen pasar sudah turun di bawah Rp1 miliar, berkisar Rp500 juta sampai Rp1 miliar, mereka menahan diri karena hati-hati dengan ketidakpastian politik ekonomi sekarang ini," ujarnya. 

Dengan demikian, bukan suku bunga yang dapat berpengaruh besar terhadap pasar properti melainkan kondisi makro ekonomi yang menjadi tantangan besar pelaku usaha.

"Berarti kita sekarang terpaksa strateginya mengalihkan main produk di bawah Rp1 miliar lah, untuk rumah komersial Rp500 juta sampai Rp1 miliar yang menarik," terangnya. 

Di samping itu, dia menuturkan status pandemi yang dicabut pemerintah sedikit banyak membuat khawatir karena insentif pajak pertambahan nilai ditanggung pemerintah (PPN DTP) sejak September 2022. 

Namun, pihaknya tak bisa memungkiri bahwa dana alokasi PPN DTP disisihkan dari dana Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). Dengan berakhirnya pandemi, dana tersebut tidak akan lagi dikeluarkan.

Di sisi lain, Hari menegaskan bahwa perpanjangan pelonggaran rasio loan to value (LTV) dan financing to value (FTV) untuk KPR yang diberlakukan Bank Indonesia (BI) hingga 31 Desember 2023 dapat menjadi stimulus kinerja properti. 

"LTV tetap membantu karena itu terkait dengan pembayaran uang muka. Untuk milenial, itu kebanyakan mampu mencicil rumah tapi mereka bermasalah dengan pembayaran uang muka dengan LTV ini mereka terbantu sekali," tandasnya. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper