Bisnis.com, JAKARTA - Di tengah ramainya isu utang negara kepada pengusaha Jusuf Hamka, seorang warga Padang, Sumatra Barat juga tercatat mengalami persoalan pembayaran utang serupa.
Pihak tersebut merupakan Hardjanto Tutik yang memenangkan gugatan utang-piutang dengan negara pada 1950. Gugatan itu dikabulkan oleh pengadilan tingkat pertama yakni Pengadilan Negeri (PN) Padang pada 2022, terhadap pihak tergugat Pemerintah Republik Indonesia.
Putusan PN Padang itu lalu diperkuat dengan putusan pengadilan tingkat kedua atau Pengadilan Tinggi (PT) Padang di tahun yang sama. Saat ini, perkara perdata tersebut masih menjalani proses permohonan kasasi di Mahkamah Agung (MA) sejak awal 2023.
Kuasa hukum penggugat, Amiziduhu Mendrofa, mengatakan bahwa pengiriman berkas perkara dari PN Padang ke MA pada 10 Maret 2023. Dia berharap agar MA memenangkan kliennya sebagaimana di pengadilan tingkat pertama dan kedua.
"Harapan kami supaya segera diputuskan dan harapan kita, kalau kita melihat bahwa tidak ada alasan alasan Mahkamah Agung menolak itu. Harus diputuskan menguatkan putusan PN padang, karena sesuai bukti-bukti itu sudah sah," kata Mendrofa kepada Bisnis, beberapa waktu lalu.
Berdasarkan catatan Bisnis, persoalan tersebut belum kunjung menemukan titik terang lantaran pemerintah menilai bahwa surat utang negara itu sudah kadaluarsa.
Baca Juga
Pernyataan pemerintah yang dimaksud Mendrofa itu yakni berpedoman pada ketentuan Pasal 6 Keputusan Menteri Keuangan (KMK) No. 466a/1978, tentang Pelunasan Sekaligus 3 Persen Obligasi Republik Indonesia 1950, 6 Persen Obligasi Berhadiah 1959, 3,5 persen Obligasi Konsolidasi 1959, dan Resepis 6 Persen Obligasi Pembangunan 1964.
Peraturan itu, terang Mendrofa, mengatur bahwa surat obligasi yang telah lewat waktu lima tahun sejak tanggal ditetapkannya keputusan pelunasan pada 28 November 1978, tetapi jika tidak diuangkan maka akan kadaluarsa.
Namun demikian, advokat itu menilai perkara utang piutang tidak mengenal istilah kadaluarsa. Oleh karena itu, apabila nantinya MA memenangkan kliennya, dia berharap agar pemerintah juga bisa membayar utangnya kepada Hardjanto Tutik sebagaimana perkara Jusuf Hamka.
"Supaya segera dibayar pemerintah sesuai dengan yang ditugaskan oleh [Menko Polhukam] Mahfud MD bahwa jika sudah ada putusan yang berkekuatan hukum tetap, ya dibayar ke kita," ujarnya.
Berdasarkan penelusuran Bisnis di Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) PN Padang, perkara gugatan Hardjanto kepada pemerintah didaftarkan dengan nomor perkara 158/Pdt.G/2021/PN Pdg. Status perkaranya kini masih pengiriman berkas kasasi.
Awalnya, Majelis Hakim PN Padang mengabulkan gugatan Hardjanto kepada tergugat I Presiden Joko Widodo, tergugat II Menteri Keuangan Sri Mulyani, dan tergugat III DPR, pada September 2022.
Putusan majelis hakim menyatakan pinjaman Republik Indonesia 1950 kepada orang tua Hardjanto sebesar Rp80.300 adalah sah, sekaligus bunga 3 persen setiap tahunnya.
"Menyatakan pinjaman para tergugat dengan bunga 3 persen/1 tahun terhitung dari tanggal 1 April 1950 sampai 2021 adalah sah," demikian dikutip dari amar putusan di SIPP PN Padang.
Tidak hanya itu, majelis hakim menyatakan berdasarkan ketentuan Pasal 1244 KUH Perdata, kepada pemerintah selaku debitur dikenakan Daya Paksa untuk mengembalikan pinjaman pokok yang dikonversikan ke emas murni seberat 21,1 kg.
Sementara itu, dengan pinjaman pemerintah kepada Hardjanto terhitung 1 April 1950 sampai dengan 2021 adalah sudah 71 tahun, serta perhitungan bunga pinjaman pokok dikonversikan nilai emas murni menjadi 0,603 kg per tahun, maka jumlah bunga selama 71 tahun menjadi 42,813 kg emas murni.
Dengan demikian, jumlah utang yang harus dibayar pemerintah kepada Hardjanto yaitu pinjaman pokok sebesar 21,1 kg emas murni, ditambah bunga selama 71 tahun sebesar 42,813 kg emas murni.
"Sehingga jumlah utang Para Tergugat yang harus dibayarkan kepada Penggugat adalah sebesar 63,913 Kg Emas Murni, dan pembayarannya harus dikoversikan pada nilai harga emas pada saat gugatan diajukan oleh Penggugat tahun 2021," demikian bunyi amar putusan pengadilan tingkat pertama.
Pada Desember 2022, Majelis Hakim PT Padang lalu memutuskan untuk menguatkan putusan PN Padang No.158/Pdt.G/2021/PN Pdg.
"Menghukum pihak Para Pembanding/Semula Tergugat 1, 2, dan Turut Tergugat untuk membayar biaya perkara dalam kedua tingkat pengadilan yang dalam tingkat banding sejumlah Rp150.000,00 [Seratus lima puluh ribu rupiah]," demikian bunyi amar putusan yang dibacakan Hakim Ketua Amril.