Bisnis.com, JAKARTA – Menteri Keuangan Sri Mulyani mengeluhkan realisasi belanja pegawai di daerah yang masih cukup tinggi, yakni 34 persen dari total belanja daerah tahun 2022 sebesar Rp1.074,7 triliun.
Artinya, sepanjang tahun lalu, belanja pegawai di daerah membukukan realisasi sebesar Rp365,4 triliun. Menurut Menkeu, jumlah ini dinilai masih cukup besar sehingga pemerintah daerah diharapkan dapat meningkatkan belanja produktif guna menstimulasi perekonomian nasional.
“Kita lihat di daerah belanja masih didominasi oleh belanja pegawai yang dalam hal ini memang mengalami tren penurunan tapi masih cukup tinggi, yakni di 34 persen. Kita perlu melihat agar belanja APBD lebih dirasakan langsung dan dampak manfaatnya oleh masyarakat.,” ujarnya dalam rapat kerja bersama Komite IV DPD RI, Selasa (13/6/2023).
Belanja pegawai merupakan kompensasi dalam bentuk uang atau barang, yang diberikan kepada pegawai negeri, pejabat negara, pensiunan, serta pegawai honorer. Kompensasi tersebut mencakup mulai dari gaji, tunjangan, hingga asuransi kesehatan.
Meski dinilai masih cukup tinggi, Sri Mulyani tetap melihat adanya penurunan tren dari realisasi belanja pegawai di daerah selama beberapa tahun terakhir. Berdasarkan data Kementerian Keuangan (Kemenkeu), porsi belanja pegawai turun dari level 40,06 persen pada 2013 menjadi 34 persen pada 2022.
Di sisi lain, Bendahara Negara juga mengingatkan pemerintah daerah untuk terus meningkatkan pendapatannya. Tercatat, total pendapatan daerah meningkat dari Rp726,9 triliun pada 2013 menjadi Rp1.059,4 triliun tahun 2022, dengan sumber utama berasal dari Transfer Keuangan Daerah (TKD).
Baca Juga
Selain itu, Menkeu menyampaikan porsi pendapatan asli daerah (PAD) juga mengalami kenaikan dari posisi 21,7 persen pada 2013 menjadi 27,4 persen pada 2022. Adapun kontribusi tertinggi berasal dari Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD) yakni sebesar 73,5 persen dari PAD.
“Kita perlu terus meningkatkan PAD, tanpa harus mengurangi kesempatan investasi. Namun, pada saat yang sama, kita harus melihat kualitas belanja daerah. Ini yang sering dilihat sebagai salah satu penghalang untuk terus memperbaiki efektivitas APBN dan APBD,” tuturnya.