Bisnis.com, JAKARTA – Survei Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) menunjukkan ketidaksetaraan gender masih stagnan dalam satu dekade terakhir akibat bias serta tekanan pada budaya yang masih tidak terbuka dengan pemberdayaan perempuan.
Hal tersebut membuat PBB tidak mungkin mencapai target kesetaraan gender pada 2030 mendatang.
Menlansir Reuters, Selasa (13/6/2023), meskipun ada lonjakan aktivitas kelompok hak perempuan dan gerakan sosial seperti times’ Up dan MeToo di AS, norma-norma sosial yang bias dan krisis pembangunan manusia yang lebih luas yang diperparah oleh COVID-19, ketika banyak perempuan kehilangan pendapatan, telah menghambat kemajuan dalam kesetaraan.
Berdasarkan survei PBB terbaru, Program Pembangunan PBB (UNDP) melacak permasalahan tersebut melalui Indeks Norma Sosial Gender yang menggunakan data dari program penelitian internasional World Values Survey (WVS).
Survei tersebut diambil dari kumpulan data sejak tahun 2010 hingga 2014 dan 2017 hingga 2022 dari berbagai negara dan wilayah yang mencakup 85 persen populasi penduduk dunia.
Menurut survei tersebut, hampir sembilan dari sepuluh pria dan wanita memiliki bias mendasar terhadap wanita dan bahwa jumlah orang yang memiliki setidaknya satu bias hampir tidak berubah selama satu dekade.
Baca Juga
Di 38 negara yang disurvei, jumlah orang yang memiliki setidaknya satu bias gender menurun menjadi hanya 84,6 persen dari 86,9 persen.
Seorang penasihat penelitian dan kemitraan strategis di UNDP dan salah satu penulis laporan, Heriberto Tapia mengatakan bahwa kenaikan dari waktu ke waktu ini mengecewakan.
Adapun survei ini mencatat bahwa hampir separuh masyarakat dunia memandang bahwa laki-laki merupakan pemimpin politik yang lebih baik dan 43 persennya mengatakan bahwa laki-laki adalah eksekutif bisnis yang lebih baik.
"Kita perlu mengubah bias gender, norma-norma sosial, namun tujuan akhirnya adalah mengubah hubungan kekuasaan antara perempuan dan laki-laki, antara sesama," ujar Aroa Santiago, ahli gender di bidang ekonomi inklusif UNDP.
Pendidikan memang selalu menjadi tolok ukur kunci dari peningkatan kapabilitas ekonomi perempuan, namun survei tersebut menunjukkan bahwa kesenjangan pendidikan tidak terkait dengan pendapatan.
Survei menunjukkan kesenjangan pendapatan rata-rata sebesar 39 persen bahkan di 57 negara di mana perempuan dewasa lebih berpendidikan daripada laki-laki.
Kerugian yang lebih besar terhadap kesejahteraan perempuan dapat dilihat dalam pandangan tentang kekerasan. Survei UNDP mengungkapkan lebih dari satu dari setiap empat orang percaya bahwa memukuli istri adalah hal yang dibenarkan.