Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Perang Rusia-Ukraina Bisa Ancam Dominasi Dolar AS, Kok Bisa?

Meningkatnya pamor yuan dari pemulihan ekonomi China dan pergolakan dari perang Rusia - Ukraina dipandang sebagai faktor penekan dominasi dolar AS.
Ilustrasi uang kertas Yuan dan dolar AS. REUTERS/Dado Ruvic
Ilustrasi uang kertas Yuan dan dolar AS. REUTERS/Dado Ruvic

Bisnis.com, JAKARTA - Akhir dominasi dolar Amerika Serikat (AS) diperkirakan semakin dekat lantaran naiknya pamor yuan China dan seluruh dunia menyadari bahaya dari upaya Barat yang gagal menjatuhkan Rusia melalui Ukraina. 

Argumen tersebut dilontarkan oleh CEO Bank BUMN Rusia VTB Andrei Kostin yang mengatakan bahwa krisis ini membawa perubahan besar pada ekonomi dunia, melemahkan globalisasi ketika China sedang mengambil peran sebagai kekuatan ekonomi global terkemuka. 

Tak hanya itu, Kostin juga menganggap bahwa perang saat ini merupakan perang penas yang lebih berbahaya dari perang dingin. 

"Ini bukanlah perang dingin ketika terlibat begitu banyak senjata dan banyak jasa serta penasihat militer dari Barat. Situasinya lebih buruk daripada Perang Dingin, sangat sulit dan mengkhawatirkan," jelasnya Kostin seperti dikutip Reuters, Sabtu (10/6/2023). 

Kostin berargumen bahwa AS dan Uni Eropa akan merugi dari langkah-langkah untuk membekukan ratusan miliar dolar aset kedaulatan Rusia.

Menurutnya hal tersebut lantaran banyak negara beralih untuk melakukan pembayaran di luar dolar AS dan euro, sementara China bergerak menuju penghapusan pembatasan mata uang. 

"Saya pikir saatnya telah tiba ketika China secara bertahap akan menghapus pembatasan mata uang," jelasnya. 

VTB diperkirakan mencatat laba sebesar US$4,9 miliar pada tahun 2023, menurut Kostin. 

Kostin juga mengatakan bahwa ekonomi Rusia tidak akan hancur oleh Barat. Pada bulan April 2023, Dana Moneter Internasional (IMF) memperkirakan PDB Rusia tumbuh sebesar 0,7 persen pada 2023, lebih tinggi dari perkiraan sebelumnya sebesar 0,3 persen. 

Namun untuk tahun 2024, IMF menurunkan perkiraan pertumbuhan ekonomi Rusia menjadi 1,3 persen dari 2,1 persen.

Kostin mengakui bahwa sanksi-sanksi berdampak buruk terhadap Rusia. Namun, ekonomi Rusia telah beradaptasi.

"Pada saat yang sama, kami berharap bahwa sanksi akan semakin intensif, mereka akan diperketat, beberapa peluang akan tertutup, tetapi kami juga akan menemukan peluang lain," jelas Kostin.

Kostin juga sangat berharap ekonomi Rusia tetap menjadi ekonomi yang bebas.

Sebelumnya, Kostin pernah dikenai sanksi oleh AS pada 2018 dengan tuduhan aktivitas jahat di seluruh dunia. Setelah perang, Kostin dikenai sanksi oleh Uni Eropa dan Inggris yang menyebutnya sebagai seorang rekan dekat Putin.

Kostin mengatakan bahwa sanksi tersebut tidak adil dan keputusan politik akan menjadi bumerang bagi Barat, menyindir bahwa ia telah membaca artikel tentang pencucian uang narkoba melalui bank-bank besar Barat.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper