Bisnis.com, JAKARTA – Ekonom menyampaikan turunnya inflasi Indonesia dari 4,33 persen pada April 2023 menjadi 4 persen pada Mei akibat pola musiman yang umumnya terjadi usai Lebaran serta turunnya daya beli masyarakat.
Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (Core) Mohammad Faisal mengatakan, sesuai dengan yang Badan Pusat Statistik (BPS) sampaikan bahwa penurunan inflasi akibat adanya deflasi pada tarif transportasi.
“Dalam kondisi normal, walaupun deflasi terjadi di kategori transportasi, biasanya ada pendorong inflasi yang lain, saya rasa tahun ini memang hampir semua indikator dari sisi konsumsi memang lebih lemah,” katanya, Senin (5/6/2023).
Deflasi memang umum terjadi untuk kelompok tarif transportasi setelah masa mudik pada Hari Raya Idulfitri.
Faisal menuturkan, pola musiman di mana inflasi menurun tersebut terjadi setiap tahunnya, kecuali terdapat faktor-faktor pendorong tertentu, seperti adanya lonjakan harga pangan.
Seperti halnya harga telur ayam yang meningkat dalam satu bulan terakhir. Alhasil kelompok makanan minuman memberikan sumbangan sebesar 0,13 persen terhadap inflasi secara bulanan (month-to-month/mtm) atau 1,13 persen secara tahunan (year-on-year/yoy).
Baca Juga
Sementara berdasarkan catatan BPS, komoditas penyumbang terbesar untuk inflasi tahunan, diantaranya adalah bensin dengan andil sebear 0,91 persen, beras andil 0,38 persen, rokok kretek filter andil 0,23 persen
Selain itu kontrak rumah menyumbang 0,13 persen dan bahan bakar rumah tangga andil sebesar 0,13 persen terhadap inflasi tahunan.
Di sisi lain, Direktur Eksekutif Segara Institute Piter Abdullah Redjalam mengatakan bahwa menurunnya inflasi bukan karena daya beli yang melemah.
Inflasi Mei memang sudah diperkirakan akan melandai karena secara siklus pasca-Lebaran biasanya inflasi akan turun seiring permintaan yang mereda.
“Hal ini ditunjukkan dengan terjadinya deflasi pada beberapa kelompok barang seperti alas kaki dan pakaian. Demikian juga dengan transportasi,” katanya, Senin (5/6/2023).
Inflasi baru akan kembali meningkat pada Juni-Juli, yang mana terdapat Hari Raya Iduladha serta masuknya tahun ajaran baru bagi siswa maupun mahasiswa.
“Konsumsi untuk persiapan pelaksanaan haji dan juga untuk anak-anak sekolah biasanya cukup mendorong naiknya konsumsi dan inflasi,” tutupnya.
Insentif – Bansos Dorong Daya Beli
Adapun, Ekonom Core Faisal menilai pemerintah perlu membuat kebijakna yang mengarah pada peningkatan daya beli, baik dari sisi fiskal, moneter, maupun riil.
Pendapatan masyarakat perlu dipacu dan dipertahankan terutama di masa banyaknya tekanan domestik maupun eksternal.
“Dipacunya dari program program peningkatan pendapatan, bukan hanya bansos, juga pencipataan lapangan pekerjaan, kemudahan mendapatkan pendanaan, terutama di UMKM,” jelasnya.
Bukan hanya bansos, keberadaan insentif yang berkaitan dengan dunia usaha juga dapat mendorong usaha dan peningkatan pendapatan. Supply-demand juga perlu dikendalikan untuk memastikan pasokan mencukupi dan distribusi tidak terhambat.
Pasalnya, masalah distribusi kerap menyebabkan kenaikan harga pangan dan mendorong inflasi.
“Itu menjadi penting untuk mejaga supaya tingkat konsumsi membaik,” imbuhnya.
Dalam mendorong pendapatan, pemerintah pada hari ini juga mulai menyalurkan gaji ke-13 bagi para aparatur sipil negara (ASN) dengan total anggaran mencapai Rp38,9 triliun bagi 8,4 juta orang.