Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintah India menarik uang kertas 2.000 rupee dari peredaran selama 4 bulan ke depan. Imbasnya, emas dan properti atau real estat makin diburu oleh para konsumen.
Mengutip dari pemberitaan Bloomberg, Senin (22/5/2023), keputusan penarikan uang dengan nominal 2.000 rupee memberikan dorongan sementara bagi India selaku ekonomi terbesar ketiga di Asia.
Untuk menghabiskan uang kertas 2.000 rupee atau sekitar Rp359 ribu dengan cepat, para ekonom memperkirakan masyarakat India akan membeli emas, properti dan barang-barang rumah tangga seperti AC dan lemari es. Sebagai catatan, uang kertas 2.000 rupee akan ditarik selama empat bulan kedepan.
Seorang ekonom di DSP Investment Managers Ankita Pathak berharap bahwa penarikan ini sedikit membantu pertumbuhan ekonomi India lantaran karena konsumsi diperkirakan akan naik.
“Tapi secara keseluruhan jika kita melihat lingkungan makro, lebih mungkin didorong oleh faktor fundamental.” jelasnya.
Bank sentral India pada Jumat (19/5) memberikan kesempatan kepada warga negara untuk menyetor uang kertas 2.000 rupee ke bank atau menukarnya dengan denominasi lain hingga 30 September, mengutip kebijakan uang bersih.
Baca Juga
Pada hari Senin (22/5), Gubernur Bank Sentral India Shaktikanta Das menegaskan pendiriannya kembali dengan mengatakan bahwa langkah tersebut merupakan bagian dari upaya manajemen mata uang bank sentral.
Das juga mengatakan bahwa selalu ada keengganan untuk menerima uang kertas 2.000 rupee. Kemungkinan setelah pemberitahuan, keengganan meningkat.
Berbeda dengan demonetisasi sebelumnya yang menghapus 86 persen mata uang dari sistem, sekitar 10,8 persen uang kertas akan dikeluarkan dari peredaran.
“Dengan uang kertas tetap menjadi alat pembayaran yang sah, tidak seperti demonetisasi, konsumsi dapat mengalami peningkatan,” menurut laporan Ekonom Kotak Mahindra Bank, yang dipimpin oleh Suvodeep Rakshit.
Laporan itu juga mengatakan bahwa nantinya uang kertas yang tidak disimpan oleh individu dapat beralih ke pengeluaran bernilai tinggi. Pengeluaran tersebut meliputi emas atau perhiasan, barang konsumen kelas atas dan real estat.
Media lokal India, melaporkan bahwa kasus panic buying di toko perhiasan di ibu kota New Delhi terjadi selama akhir pekan, dengan harga yang lebih tinggi di toko perhiasan. Selain itu, terjadi juga keterlambatan pengiriman logam mulia yang diperkirakan terjadi akibat tumpukan pesanan.
Ekonom Standard Chartered Bank, Samiran Chakraborty juga mengatakan bahwa keengganan orang untuk mengungkapkan uang tunai mereka dapat menyebabkan lonjakan pengeluaran awal yang mencolok.
Di samping itu, berita larangan uang kertas rupee datang beberapa jam setelah RBI mengumumkan dividen besar kepada pemerintah yang dapat menambahkan likuiditas di India.
Ekonom HSBC Holdings Plc Pranjul Bhandari dan Aayushi Chaudhary, mengatakan bahwa hal tersebut dapat menambah pukulan sementara pada prospek dan sentimen makro yang sudah membaik.