Bisnis.com, BANDUNG — Presiden Joko Widodo atau Jokowi meminta dukungan Perdana Menteri Kanada Justin Trudeau terkait dengan percepatan realisasi dana Just Energy Transition Partnership atau JETP senilai US$20 miliar atau setara dengan Rp298,3 triliun (asumsi kurs Rp14.915 per dolar AS) untuk transisi energi di Indonesia.
Permintaan itu disampaikan Jokowi saat bertemu dengan Trudeau di sela-sela KTT G7 di Hotel Grand Prince, Hiroshima, Jepang, Sabtu (20/5/2023).
Lebih dari itu, Jokowi mengatakan Indonesia meminta komitmen dana bantuan transisi energi yang dijanjikan JETP itu tidak dalam bentuk utang.
“Saya harap dukungan dana US$20 miliar dapat segera direalisasikan, tapi tidak dalam bentuk utang,” kata Jokowi seperti dikutip dari siaran pers, Sabtu (20/5/2023).
Selain itu, Jokowi turut meminta dukungan Trudeau untuk percepatan penyelesaian perjanjian Indonesia-Canada Comprehensive Economic Partnership Agreement (ICA-CEPA) serta investasi Pension Funds untuk pembangunan Ibu Kota Nusantara.
“Mohon dukungan terkait penyelesaian perjanjian Indonesia-Kanada CEPA, realisasi investasi Pension Funds Kanada yang fokus di pembangunan Ibu Kota Nusantara, pembangunan mekanisme pendanaan untuk feasibility study bagi proyek greenfield di Indonesia,” tuturnya.
Di sisi lain, dia juga berharap terjadinya percepatan terhadap realisasi pengembangan bandara hijau di Kalimantan Utara, eksplorasi dan pengayaan logam tanah jarang, serta pembentukan satuan tugas bilateral.
Jokowi mengapresiasi dukungan negara-negara G7, termasuk Kanada dalam membantu transisi energi Indonesia.
Turut mendampingi Jokowi dalam pertemuan itu adalah Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan, Menteri Luar Negeri Retno Marsudi, Menteri BUMN Erick Thohir, Sekretaris Kabinet Pramono Anung, dan Direktur Asia Timur Kementerian Luar Negeri RI Santo Darmosumarto.
Seperti diketahui, skema pendanaan JETP terdiri atas senilai US$10 miliar berasal dari komitmen pendanaan publik dan US$10 miliar dari pendanaan swasta yang dikoordinatori oleh Glasgow Financial Alliance for Net Zero (GFANZ), yang terdiri atas Bank of America, Citi, Deutsche Bank, HSBC, Macquarie, MUFG, dan Standard Chartered.
Adapun, kemitraan JETP yang dipimpin AS-Jepang ini, termasuk di dalamnya negara anggota G7 lainnya, yakni Kanada, Inggris, Prancis, Jerman, dan Italia, serta juga melibatkan Norwegia dan Denmark.
Sebelumnya, Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM, Dadan Kusdiana, mengatakan separuh pinjaman JETP yang berjumlah US$10 miliar itu berasal dari pinjaman komersial yang dipimpin oleh GFANZ.
“Separuhnya komersial per sekarang ya, karena ini datangnya dari aliansi perbankan yang US$10 miliar,” kata Dadan saat ditemui di Jakarta, Rabu (10/5/2023).
Kendati demikian, Dadan belum dapat memerinci ihwal besaran bunga dari pinjaman komersial tersebut.
Dia mengatakan pembahasan ihwal besaran bunga pinjaman komersial itu masih berlanjut antara pemerintah Indonesia dan JETP.
Pemerintah bersama dengan kemitraan JETP menargetkan dapat merampungkan rencana investasi komprehensif atau comprehensive investment plan (CIP) pendanaan transisi itu pada 16 Agustus 2023.
Penghimpunan dana JETP itu rencananya bakal digunakan pemerintah Indonesia untuk mempercepat pensiun dini pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batu bara hingga investasi baru pada pembangunan pembangkit berbasis energi baru terbarukan (EBT) mendatang.
“Nanti akan kita kombinasikan ada dana-dana misalnya garansi, dengan adanya penjaminan risiko akan turun jadi bunga juga bisa lebih baik nanti di-blending kita arahnya,” tuturnya.