Bisnis.com, JAKARTA- Berdasarkan laporan yang masuk ke Posko Orange Partai Buruh dan Posko Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), terdapat 10.000 buruh yang tidak menerima Tunjangan Hari Raya atau THR sesuai aturan.
Para pekerja itu berasal dari 150 perusahaan yang ada di Banten, Jawa Barat, DKI, Jawa Tegah, Jawa Timur, Jogja, Sumatera Utara, Sulawesi Selatan, Kepulauan Riau, Kalimantan Selatan, Maluku, hingga Papua.
Presiden Partai Buruh yang juga Presiden KSPI Said Iqbal mengatakan, ada 4 alasan mengapa perusahaaan tidak membayar THR sesuai dengan aturan. Pertama, buruh masih dalam proses PHK yang dikarenakan kasus hubungan industrial.
“Ada yang di-PHK pada Januari 2023 atau sejak tahun 2022. Tetapi kasus PHK-nya belum selesai atau masih dalam proses,” ujar Said Iqbal dalam jumpa pers, Kamis (20/4/2023).
Padahal, menurut dia, karena belum ada keputusan yang berkekuatan hukum tetap, seharusnya perusahaan tetap berkewajiban membayar THR. Tetapi sayangnya, banyak perusahaan yang tidak membayarkan THR pada buruh yang sedang dalam proses perselisihan PHK.
Kedua, sebelum H-30 lebaran, banyak karyawan kontrak diberhentikan. Kemudian, sehabis lebaran buruh akan dikontrak lagi. Ini adalah modus yang terjadi berulangkali setiap tahun. Untuk menghindari modus seperti ini terus terjadi sepanjang tahun, peraturan tentang THR-nya perlu diubah, mewajibkan pembayaran THR adalah H-30, bukan lagi H-7.
Baca Juga
“Karena ada kebutuhan produksi yang meningkat menjelang hari raya misalnya di industri tekstil, garmen, makanan; maka perusahaan tidak lagi bisa akal-akalan melakukan PHK menjelang hari raya jika H-30 THR sudah wajib diberikan,” kata Said Iqbal.
Selain itu, pemberitan THR H-30 juga memberi waktu bagi buruh yang tidak mendapatkan THR untuk mempermasalahkannya. Sebab jika THR diberikan H-7, buruh yang tidak mendapat THR sesuai aturan tidak bisa berbuat banyak, karena sudah mamasuki libur lebaran.
Permasalahan ketiga, banyak perusahaan yang menjanjikan membayar THR bukan H-7, tetapi H-1 atau H-2. Akibatnya ketika H-1 tidak membayarkan THR nya, sudah tidak bisa lagi digugat atau dilaporkan karena perusahaan sudah memasuki libur hari raya.
“Permasalahan keempat, masih ada perusahaan yang membayar THR secara dicicil atau dibayar di bawah upah buruh,” lanjutnya.
Sementara itu, industri yang selalu bermasalah terkait dengan THR adalah industri garmen, tekstil. sepatu, komponen elektronik, makanan, minuman, industri kimia menengah kecil, dan beberapa rumah sakit.
“Industri tersebut seringkali tidak bayar THR, atau THR nya dicicil, dan tidak sesuyai aturan,” kata Said Iqbal.
Said Iqbal juga mencermati pembayaran THR untuk karyawan kontrak di rumah sakit atau industri BUMN yang menurutnya banyak yang tidak sesuai aturan. Termasuk guru dan tenaga honorer. Partai Buruh dan KSPI sedang melakukan pendataan dan akan mempermasalahkan ketika tenaga honorer dan guru di instansi pemerintah serta outsoucing BUMN THR nya tidak dibayarkan sesuai aturan.
“BUMN dan instanansi pemerintah seharusnya yang terdepan dalam mentaati aturan. Bukan malah melakukan pelanggaran pembayaran THR,” ujar Said Iqbal.
Said Iqbal meminta Kementerian Ketenagakerjaan tidak main-main dan sekedar lip services dalam menangani persoalan THR dengan memberikan sanksi tegas bagi yang melanggar.
“Kami meminta pemerintah berikap tegas dengan memberikan sanksi administratif dengan mencabut izin usaha buat perusahaan yang tidak membayar aturan THR,” tegasnya.