Bisnis.com, JAKARTA — Pengusaha pengguna gas bumi menilai realisasi pembelian harga gas dengan insentif rendah akibat berbelitnya birokrasi dari pemerintah.
Wakil Ketua Forum Industri Pengguna Gas Bumi (FIPGB) Achmad Widjaja mengatakan rendahnya realisasi pembelian gas terkontrak pada awal tahun ini disebabkan karena birokrasi yang rumit terkait dengan insentif harga jual gas tertentu atau HGBT untuk tujuh industri yang dipatok US$6 per million British thermal units (MMBtu).
Birokrasi yang rumit itu, kata Achmad, berkaitan dengan alur administrasi yang berbelit antar kementerian teknis yang membuat pengajuan serta verifikasi industri penerima HGBT menjadi sulit untuk diakses.
Konsekuensinya, Achmad mengatakan, realisasi serapan HGBT US$6 per MMBtu tidak dapat berjalan optimal hingga awal tahun ini.
“Sampai hari ini kan belum menyeluruh menerima itu 7 sektor industri ini,” kata Achmad saat dihubungi, Selasa (18/4/2023).
Seperti diketahui, berdasarkan data milik Kementerian ESDM per 11 April 2023, realisasi penyerahan harian pasokan gas insentif itu mencapai 1.019,92 bbtud sepanjang 2022. Torehan itu mencapai 81,38 persen jika dibandingkan dengan target yang dipatok pemerintah sebesar 1.253,81 bbtud tahun lalu.
Baca Juga
Adapun pencapaian penyaluran gas harga khusus itu mengalami penurunan dari posisi 2021 yang sempat di angka 1.080,38 bbtud. Saat itu, realisasi penyaluran gas harga khusus tersebut mengambil porsi 87,06 persen dari target salur gas sebesar 1.241,01 bbtud.
“Birokrasi ini membuat industri tidak menikmati harga khusus dan pemerintah juga tidak menerima keuntungan dalam hal pajak, antar birokrasi kementerian ini kenapa begitu rumit,” kata dia.
Seperti diberitakan sebelumnya, SKK Migas menyoroti ihwal rendahnya realisasi pembelian gas bumi terkontrak dari tiga sektor potensial di antaranya industri, kelistrikan hingga pupuk hingga saat ini.
Deputi Keuangan dan Komersialisasi SKK Migas Kurnia Chairi mengatakan rendahnya realisasi pembelian gas dari jumlah kontrak harian atau daily contract quantity (DCQ) yang telah diberikan pemerintah berdampak negatif pada upaya pengembangan serta eksplorasi lapangan gas di sisi hulu di tengah momentum transisi energi saat ini.
Kurnia mengatakan sejumlah pengembangan lapangan yang terdampak sebagian besar berada di wilayah Jawa Timur. Selain itu, SKK Migas turut melaporkan, adanya penurunan pembelian gas yang signifikan dari pembeli di Singapura pada triwulan pertama tahun ini.
“Ada berbagai macam penyebabnya antara lain penurunan permintaan dari pelanggan-pelanggan sektor tersebut yang belum diperkirakan sebelumnya, sumber energi lain yang digunakan serta kendala teknis di buyer misalnya turnaround,” kata Kurnia kepada Bisnis, Selasa (18/4/2023).
Adapun SKK Migas melaporkan capaian salur gas untuk triwulan pertama 2023 berada di level 5.313 MMSCFD atau 100,7 persen terhadap target WP&B 2023. Torehan itu lebih rendah dari capaian salur gas triwulan pertama 2022 yang dipatok di level 5.350 MMSCFD.
Sedangkan, alokasi pasokan domestik tahun ini ditetapkan sebesar 3.539 bbtud. Alokasi itu lebih rendah dari ketetapan sepanjang 2022 di level 3.682 bbtud.
Sementara itu, kuota ekspor gas tahun ini ditetapkan sebesar 1.776 bbtud, bergeser sedikit dari alokasi tahun sebelumnya di angka 1.791 bbtud.
Lewat alokasi gas domestik itu, SKK Migas mengidentifikasi terdapat kesenjangan yang cukup lebar antara realisasi pembelian dengan DCQ di sektor industri, kelistrikan dan pupuk.
Realisasi pembelian gas sepanjang Januari hingga Maret 2023 di sektor kelistrikan berada di angka 580,68 bbtud atau lebih rendah 29,7 persen dari gas terkontrak di level 826,06 bbtud.
Sementara itu, realisasi pembelian gas dari sektor pupuk berada di angka 601,28 bbtud atau lebih rendah 24 persen dari alokasi terkontrak sebesar 791,18 bbtud.
Di sisi lain, realisasi pembelian gas dari sektor industri berada di angka 1.688,71 bbtud atau mencapai 5,9 persen dari gas terkontrak di level 1.796,33 bbtud.
“Konsekuensinya terhadap pengembangan lapangan saat ini bisa dimitigasi, dengan penerapan take or pay atas volume gas yang harus diserap atau dibayarkan pada level di atas 70 persen misalnya,” kata Kurnia.