Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Neraca Dagang Surplus 35 Bulan Beruntun, Maret 2023 Tembus US$2,91 Miliar

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat neraca perdagangan Indonesia kembali surplus senilai US$2,91 Miliar.
Aktivitas bongkar muat peti kemas di pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Rabu (22/6/2022). Bisnis/Eusebio Chrysnamurti
Aktivitas bongkar muat peti kemas di pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Rabu (22/6/2022). Bisnis/Eusebio Chrysnamurti

Bisnis.com, JAKARTA — Neraca perdagangan Indonesia kembali mencatatkan surplus selama 35 bulan berturut-turut hingga Maret 2023. Surplus neraca perdagangan Indonesia pada Maret 2023 mencapai US$2,91 miliar. 

Deputi Bidang Metodologi dan Informasi Statistik BPS Imam Machdi mengatakan surplus neraca dagang didapatkan dari nilai ekspor yang mencpai US$23,5 miliar miliar dan impor mencapai US$20,59  miliar. 

“Dalam tiga tahun terakhir, pertumbuhan ekspor secara mtm tertinggi pada bulan Maret. Namun, pertumbuhan ekspor Maret 2023 jauh lebih rendah dibandingkan 2022 dan 2021,” katanya dalam konferensi pers, Senin (17/4/2023).

Imam mengatakan total nilai ekspor Indonesia pada Maret 2023 mencapai US$23,5 miliar atau naik 9,89 persen dibandingkan dengan bulan sebelumnya (month-to-month/mtm). 

Secara tahunan, Imam mengatakan nilai ekspor pada Maret 2023 mengalami kontraksi sebesar 11,3  persen (year-on-year/yoy).

Jika dirincikan, ekspor migas masih mencatatkan pertumbuhan yang tinggi sebesar 4,76 persen yoy dan ekspor nonmigas tumbuh sebesar 11,70 persen yoy.

“Meskipun secara bulanan nilai ekspor mengalami kenaikan, namun kinerja ekspor mengalami penurunan kinerja yang siginifikan pada Maret 2023,” jelasnya. 

Nilai impor Indonesia Maret 2023 mencapai US$20,59 miliar, naik 29,33 persen dibandingkan Februari 2023 (mtm). Namun, realisasi tersebut  turun 6,26 persen dibandingkan Maret 2022 (yoy). 

Menurut golongan penggunaan barang, nilai impor Januari–Maret 2023 terhadap periode yang sama tahun sebelumnya terjadi peningkatan pada golongan barang modal US$896,5 juta (10,50 persen) dan barang konsumsi US$125,5 juta (2,73 persen). 

Namun, bahan baku/penolong turun US$2.884,0 juta (6,60 persen).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper