Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Harga Minyak Memanas, The Fed Bakal Naikkan Suku Bunga Lagi?

Akankan kenaikan harga minyak dunia membuat The Fed menaikkan suku bunga acuan?
Gedung bank central Amerika Serikat atau The Federal Reserve di Washington, Amerika Serikat, Minggu (19/12/2021). Bloomberg/Samuel Corum
Gedung bank central Amerika Serikat atau The Federal Reserve di Washington, Amerika Serikat, Minggu (19/12/2021). Bloomberg/Samuel Corum

Bisnis.com, JAKARTA - Imbal hasil obligasi turun karena kekhawatiran kenaikan harga minyak akan membuat inflasi tetap tinggi dan memberikan tekanan pada Federal Reserve (The Fed) untuk terus meningkatkan suku bunga. 

Dilansir dari Bloomberg pada Senin (3/2/2023), obligasi jangka lebih pendek memimpin penurunan karena harga minyak mentah Brent melonjak sebanyak 8 persen di awal perdagangan Asia setelah OPEC+ mengatakan pada akhir pekan mereka akan mengurangi produksi mulai bulan depan.

Dampaknya, dolar AS menguat terhadap semua mata uang utama, kecuali mata uang pemasok minyak yang mencerminkan spekulasi kenaikan suku bunga the Fed. 

Ahli strategi obligasi senior di Mizuho Securities Hidehiro Joke mengatakan keinginan OPEC+ untuk menghentikan penurunan harga minyak hanya akan menyebabkan beberapa ekspektasi untuk perlambatan inflasi memudar.

"Inflasi kemungkinan akan tetap menjadi pendorong terbesar kebijakan moneter The Fed, pasar akan cenderung mengasumsikan pergeseran awal ke tingkat suku bunga yang lebih rendah atau laju penurunan suku bunga yang lebih cepat." katanya.

Imbal hasil obligasi Amarika Serikat (AS) bertenor dua tahun melonjak delapan basis poin menjadi 4,11 persen, sementara imbal hasil obligasi 10 tahun naik lima basis poin menjadi 3,52 persen. Treasury berjangka 10 tahun tergelincir 6/32, mengakhiri reli dua hari.

Pasar baru saja keluar dari salah satu kuartal paling bergejolak dalam beberapa tahun terakhir, dengan Treasury menghasilkan imbal hasil terbaiknya sejak 2020. Hal ini membuat mereka rentan terhadap pembalikan arah jika terjadi gangguan pada kasus dasar bahwa Fed akan mengakhiri siklus pengetatannya.

Imbal hasil obligasi bertenor dua tahun telah turun lebih dari satu poin persentase penuh dari level tertingginya di atas 5 persen bulan lalu menjadi serendah 3,55 persen di tengah kekhawatiran akan krisis perbankan global.  

Para pedagang swap memperkirakan sekitar 63 persen kemungkinan the Fed akan menaikkan suku bunga lagi pada pertemuan kebijakan Mei, naik dari 56 persen kemungkinan pada hari Juma. 

Kepala penelitian mata uang di Australia & New Zealand Banking Group Ltd Mahjabeen Zaman mengungkapkan imbal hasil jangka pendek telah naik karena kekhawatiran akan krisis perbankan yang lebih sistemik berkurang dan permintaan untuk program likuiditas bank darurat menjadi stabil.

Saham-saham energi menjadi yang berkinerja terbaik di Asia, dengan indeks perusahaan-perusahaan tersebut naik lebih dari 1 persen, bahkan ketika indeks saham Asia yang lebih luas tergelincir 0,1 persen. Kontrak-kontrak pada Indeks S&P 500 turun 0,3 persen. 

Kepala makro global di tastylive Ilya Spivak menungkapkan kenaikan minyak mungkin bersifat sementara karena pemangkasan produksi terjadi di luar target yang sudah lebih dari setahun direncanakan untuk kenaikan bulanan yang tidak pernah terjadi, sehingga mungkin tidak akan membatasi suplai.

 "Pasar terkejut tetapi saya tidak melihat minyak memiliki banyak kenaikan dan karenanya dampaknya pada saham-saham Asia tampaknya akan berumur pendek." pungkasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper