Bisnis.com, JAKARTA – Produk impor pakaian bekas yang membanjiri pasar dalam negeri disebut sebagai cara negara maju untuk mengubah sampai menjadi cuan, dan menghilangkan kewajiban menjaga bumi dengan mendaur ulang barang yang sudah tak lagi dipakai tersebut.
Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Jemmy Kartiwa Sastraatmadja menyebutkan jika importasi pakaian bekas memang menjadi upaya negara maju untuk membuang sampah ke negara lain.
Dengan demikian, negara tersebut tak perlu lagi mengupayakan proses daur ulang. Lantaran memang proses ini dinilai memakan biaya yang besar dan dengan proses yang sulit.
“Recycle itu sesuatu hal yang tidak mudah dan tidak murah. Kalau memang mudah melakukan recycle, pasti di negara maju sudah dilakukan recycle atau daur ulang. Tidak mungkin mereka kalau murah dikirim ke negara ketiga. Jadi ini yang harus kita cermati,” kata Jemmy dalam Konferensi Pers Update Kondisi Tekstil dan Sikap Asosiasi Terhadap Importasi Tekstil Ilegal, Jumat (31/3/2023).
Terlebih menurutnya, tidak semua pakaian bekas dari luar negeri merupakan pakaian bekas yang layak pakai. Lantaran umumnya pedagang harus memilah pakaian dalam karung yang dibelinya (ballpress), kemudian membuang sisa pakaian yang tak layak jual.
“Jangan jadikan indonesia menjadi tempat recycle, jangan jadikan indonesia menjadi tempat sampah,” tambahnya.
Baca Juga
Menurutnya, tempat pembuangan akhir (TPA) Bantar Gebang berpotensi menjadi Gurun Atacama, Chile jika praktik importasi pakaian bekas tak segera dihentikan dan pemerintah bersama pihak terkait harus memikirkan hal ini demi menjaga lingkungan.
“Ini ada contoh di Chile dan di Ghana. Jangan sampai nanti baju-baju bekas yang diimpor, yang mungkin bisa dipakai hanya 30 persen hingga 40 persen, sisanya itu akan berakhir di Bantar Gebang,” jelas Jemmy.
Mengutip laman BBC, Gurun Atacama sendiri merupakan rumah bagi 60 ribu ton sampah tekstil setiap tahunnya, mulai dari pakaian bermerek Nike, Old Navy, Hugo Boss, H&M, Adidas, Zara, Hollister, dan Levi's, Calvin Klein bahkan Channel, ada di gurun ini.
Sebagian besar sampah-sampah tersebut memang merupakan sampah dari pakaian bekas yang diimpor dari Eropa dan Amerika Serikat untuk dijual kembali secara lokal di Chile ataupun di negara Amerika Latin lainnya.
Tumpukan sampah yang semakin hari semakin menggunung ini disinyalir akan menimbulkan dampak negatif bagi lingkungan dan masyarakat. Terlebih, Gurun Atacama merupakan gurun terkering di dunia.
Di Chili, perdagangan pakaian bekas dari luar negeri memang mempunyai pasar yang besar, sejumlah pakaian bekas dari merek pakaian ternama dunia mampir ke negara ini dan akan berakhir di Gurun Atacama jika tak layak jual.