Bisnis.com, JAKARTA - Indonesia sedang menjajaki dua lokasi mengembangkan pembangkit listrik tenaga nuklir pertamanya sebagai bagian dari peralihan negara dari batu bara.
Dilansir dari Bloomberg, Jumat (31/3/2023), Direktur Jenderal EBTKE Kementerian ESDM Dadan Kusdiana menerangkan lokasi pertama adalah di Kalimantan Barat, dekat dengan ibu kota baru Nusantara, karena risiko gempa yang rendah, dukungan pemerintah daerah dan permintaan listrik. Pilihan kedua adalah pulau Bangka-Belitung karena alasan yang sama.
“Nuklir akan menjadi sumber baseload power, sekelas geothermal dan hydropower. Sumber intermiten dapat tumbuh lebih dulu, tetapi daya beban dasar yang bersih ini akan menyusul," katanya dalam keterangan tersebut.
Bentuk terbersih dari energi terbarukan seringkali yang paling terputus-putus, seperti matahari dan angin, sementara pembangkit listrik tenaga panas bumi, tenaga air, dan nuklir membawa risiko lingkungan yang lebih tinggi meskipun memasok energi yang stabil sepanjang hari dan sepanjang tahun.
Tenaga nuklir sedang bangkit kembali di Asia karena melambungnya harga gas alam dan batu bara, yang menghasilkan sebagian besar tenaga di kawasan itu. Jepang dan Korea Selatan menghapus kebijakan anti-nuklir, sementara China dan India ingin membangun lebih banyak reaktor.
Pembuat kebijakan Indonesia mendorong RUU energi bersih membuka jalan bagi pembangkit listrik tenaga nuklir pertamanya pada 2045.
Baca Juga
Perusahaan AS NuScale Power LLC dan Fluor Corp bersama dengan JGC Foundation Jepang akan membantu Indonesia membangun reaktor 462 megawatt yang diusulkan di Kalimantan Barat.
Sebuah unit ThorCon yang berbasis di AS telah mengirimkan surat konsultasi kepada otoritas lokal sebagai bagian dari proses perizinan untuk reaktor nuklir, sementara Rosatom State Corp Rusia telah menawarkan untuk membangun pabrik terapung.
Reaktor nuklir skala komersial paling awal kemungkinan akan mulai beroperasi hanya pada 2039. “Selain persiapan yang panjang, perlu ada permintaan yang besar,” tambah Dadan.