Uni Eropa Tutup Ruang Negosiasi Terhadap Sawit Indonesia
Uni Eropa Tutup Ruang Negosiasi dengan Indonesia
Sekretaris Jenderal Council of Palm Oil Producing Countries (CPOPC) Rizal Affandi Lukman menyebut, Indonesia akan mengedepankan lobi dan komunikasi dengan Uni Eropa terkait aturan tersebut.
Namun, dalam rapat terbatas di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian (Kemenko Perekonomian) yang diinisiasi delegasi Uni Eropa pada Rabu (15/3/2023), Uni Eropa tampaknya menutup ruang negosiasi dengan Indonesia. Mereka sangat yakin dengan keputusannya alias tidak dapat diganggu gugat.
Padahal, Apkasindo sudah mengungkapkan kerugian dan konsekuensi dari regulasi itu kepada 17 juta petani sawit dan pekerja sawit di Indonesia, serta kepada 27 negara anggota Uni Eropa. Belum lagi, dengan efek rambatan yang ditimbulkan. Namun, delegasi Uni Eropa tetap teguh dengan ‘kebaikan’ regulasi yang mereka buat.
“Saya melihat mereka tidak mundur sejengkal pun dan hal ini tampak dari pernyataan salah seorang delegasi Uni Eropa yang mengatakan ‘tidak ada negosiasi terkait Uni Eropa Deforestation-free Commodities, dan jika patuh, kami akan membuka pasar kami,” ungkap Gulat.
Jadi Kesempatan Emas Industri Sawit Berbenah
Baca Juga
Langkah Indonesia yang dinilai lebih berhati-hati dalam menanggapi kebijakan Uni Eropa disebut sebagai langkah yang tepat. Pasalnya, pasar Uni Eropa untuk produksi kelapa sawit Indonesia sangat kecil sehingga dikhawatirkan, aksi boikot justru memberikan efek rambatan terhadap kepentingan Indonesia lainnya.
Direktur Eksekutif Center For Strategic and International Studies (CSIS) Yose Rizal Damuri mengatakan, adanya kebijakan tersebut justru menjadi kesempatan Indonesia guna meningkatkan dan memperbaiki industri kelapa sawit dengan memenuhi berbagai standar global.
Selain itu, Indonesia bisa meminta bantuan Uni Eropa untuk memperbaiki berbagai masalah di industri kelapa sawit dalam negeri, utamanya petani-petani kecil. Dia yakin, Uni Eropa seharusnya mau membantu Indonesia untuk memenuhi ketentuan yang dibuatnya.
“Jadi ini memang kesempatan untuk memperbaiki juga, tapi ada hal yang bisa kita minta sebenarnya dari Uni Eropa. Kalau mereka mengedepankan ini semua, mereka juga seharusnya membantu kita memperbaiki [permasalahan kelapa sawit] segala macam,” pungkasnya.