Bisnis.com, JAKARTA — Meski dapat menjaga masyarakat jatuh ke jurang kemiskinan, kebijakan subsidi BBM perlu dioptimalkan dari sisi ketepatan sasaran.
Kepala Pusat Ekonomi Makro dan Keuangan Institute for Development of Economics and Finance (Indef) M. Rizal Taufikurahman menyampaikan bahwa secara nasional, kebijakan subsidi BBM mampu menjaga sekitar 5,7 juta orang atau 2,10 persen penduduk Indonesia untuk tidak jatuh ke jurang kemiskinan.
Menurutnya, jika subsidi BBM ditiadakan, maka Jawa Timur akan menjadi provinsi yang jumlah kemiskinannya naik paling tinggi, sekitar 1,1 juta atau 2,8 persen penduduknya akan jatuh ke jurang kemiskinan.
Di samping itu, subsidi LPG 3 kg juga secara empiris terbukti mampu menyelamatkan sekitar 6,9 juta rumah tangga untuk tidak jatuh miskin.
“Dalam implementasinya, subsidi LPG 3 kg dan BBM masih banyak dinikmati oleh mereka yang tidak berhak, sehingga perlu ada kebijakan lebih lanjut terkait efisiensi dan targeting subsidi, terutama harus tepat sasaran, katanya dalam acara Diskusi Publik Indef, Rabu (8/3/2023).
Rizal mengatakan, subsidi BBM secara besar-besaran oleh pemerintah ternyata tidak menyentuh kemiskinan ekstrem.
Baca Juga
Tercatat, ada sekitar 5,77 juta rumah tangga dari kelompok miskin dan hampir miskin yang tidak menggunakan subsidi LPG, sementara sekitar 5,75 juta tidak menggunakan BBM.
Jika dilihat secara mendalam, ada sebanyak 1,99 juta masyarakat di desil 1 yang tidak menggunakan subsidi LPG dan 2,15 juta tidak menggunakan BBM.
Untuk diketahui, kelompok rumah tangga di desil 1 terdiri dari 1,1 juta rumah tangga miskin ekstrem, 4,4 juta rumah tangga miskin non ekstrem, dan 1,8 juta rumah tangga rentan miskin.
Lebih lanjut, terdapat 419.419 rumah tangga miskin ekstrem (37,6 persen) yang tidak menikmati subsidi LPG 3 kg dan sebanyak 462.915 rumah tangga miskin ekstrem (40,9 persen) yang tidak menikmati subsidi BBM.
Oleh karenanya, dia mengatakan program pemerintah selama ini masih harus diperbaiki efektifitasnya dalam distribusi subsidi yang tepat sasaran, terutama untuk menurunkan tingkat kemiskinan ekstrem ke 0 persen pada 2024.
Berdasarkan data Kementerian Keuangan pun, subsisi dan kompensasi energi yang dibayarkan pemerintah pada 2022 lebih banyak dinikmati oleh dunia usaha dan rumah tangga yang tergolong mampu.
Dari total subsidi dan kompensasi solar sebesar Rp145,6 triliun pada 2022, 89 persennya atau sebesar Rp129,6 triliun dinikmati oleh dunia usaha, sementara 11 persen atau Rp16,0 triliun dinikmati oleh rumah tangga.
Dari Rp16,0 triliun yang dinikmati rumah tangga tersebut, ternyata 95 persennya atau Rp15,2 triliun dinikmati oleh rumah tangga mampu, sementara hanya 5 persen atau Rp800 miliar dinikmati oleh rumah tangga miskin.
“Dari sisi total konsumsinya, hanya 0,1 juta liter untuk 4 desil terbawah. Sementara, 6 desil teratas menikmati 95 persen dari konsumsi solar. Ini yang menjadi logika kami melakukan adjustment terhadap harga BBM,” kata Kepala Pusat Kebijakan Ekonomi Makro Badan Kebijakan Fiskal (BKF), Kementerian Keuangan, Abdurahman.
Demikian juga pada alokasi kompensasi Pertalite/Premium. Dari Rp161,6 triliun yang dibayarkan pemerintah, 86 persennya atau Rp138,9 triliun dinikmati oleh rumah tangga dan sisanya 14 persen atau Rp22,6 triliun dinikmati oleh dunia usaha.
Dari Rp138,9 triliun, 80 persen di antaranya atau sebesar Rp111,2 triliun dinikmati oleh rumah tangga mampu dan 20 persennya atau Rp27,8 triliun dinikmati oleh 4 desil terbawah.
Selain itu, dari total Rp134,8 triliun subsidi LPG 3 kg yang diberikan pemerintah, 68 persennya atau Rp91,7 triliun dinikmati oleh rumah tangga mampu.