Bisnis.com, JAKARTA – Rasio alokasi anggaran bantuan sosial pemerintah terhadap produk domestik bruto (PDB) relatif lebih rendah dibandingkan dengan banyak negara.
Kepala Pusat Kebijakan Ekonomi Makro Badan Kebijakan Fiskal (BKF), Kementerian Keuangan, Abdurrahman, menyampaikan bahwa rasio alokasi bansos Indonesia terhadap PDB hanya sebesar 0,55 persen.
Rasio tersebut lebih rendah dibandingkan dengan Malaysia yang sebesar 0,76 persen dan Filipina 0,67 persen.
Beberapa negara tetangga Indonesia bahkan mencatatkan rasio yang lebih tinggi, misalnya Thailand sebesar 1,69 persen dan Vietnam sebesar 1,55 persen.
“Dari besaran rasio terhadap PDB, belanja bansos kita masih relatif rendah dari negara lain,” katanya dalam acara Diskusi Publik Subsidi Energi dan Kemiskinan, Rabu (8/3/2023).
Selain rasio belanja bansos yang masih rendah, Abdurahman juga menyoroti masih rendahnya efektivitas penyaluran bansos dalam menurunkan angka kemiskinan.
Baca Juga
Dari sejumlah program, dia mengatakan, Program Keluarga Harapan (PKH) merupakan program yang paling efektif menurunkan angka kemiskinan, diikuti oleh program sembako dan Program Indonesia Pintar (PIP). Sementara itu, program yang efektivitasnya paling rendah yaitu subsidi energi.
Berdasarkan Survei Prospera, tercatat 80,2 persen rumah tangga menerima setidaknya satu program di 2021. 8,7 persen responden menerima bantuan dalam bentuk tunai, 35,9 persen dalam bentuk nontunai, serta 55,5 persen menerima bantuan dalam bentuk tunai dan nontunai.
Namun demikian, tercatat sepertiga rumah tangga kelompok 40 persen terbawah tidak menerima bantuan sosial sama sekali.
Selain itu, ditemukan bahwa seperempat rumah tangga penerima bantuan mengalami kesulitan dalam pencairan bantuan, serta kendala seperti keterlambatan, pemotongan, dan masalah teknis yang paling banyak ditemui.
“Ketepatan sasaran, exclusion dan inclusion error masih terjadi, makanya pada program pengentasan kemiskinan, ketepatan dalam penasaran jadi sangat penting untuk meningkatkan efektivitas program-program itu sendiri,” katanya.
Abdurrahman menambahkan, subsidi BBM sejauh ini lebih banyak dinikmati oleh rumah tangga mampu. Tercatat, dari total subsidi dan kompensasi solar sebesar Rp145,6 triliun pada 2022, 89 persennya atau sebesar Rp129,6 triliun dinikmati oleh dunia usaha, sementara 11 persen atau Rp16,0 triliun dinikmati oleh rumah tangga.
Dari Rp16,0 triliun yang dinikmati rumah tangga, ternyata 95 persennya atau Rp15,2 triliun dinikmati oleh rumah tangga mampu, sementara hanya 5 persen atau Rp800 miliar dinikmati oleh rumah tangga miskin.
Demikian juga pada alokasi kompensasi Pertalite/Premium. Dari Rp161,6 triliun yang dibayarkan pemerintah, 86 persennya atau Rp138,9 triliun dinikmati oleh rumah tangga dan sisanya 14 persen atau Rp22,6 triliun dinikmati oleh dunia usaha.
Dari Rp138,9 triliun, 80 persennya atau sebesar Rp111,2 triliun dinikmati oleh rumah tangga mampu dan 20 persennya atau Rp27,8 triliun dinikmati oleh 4 desil terbawah.
Selain itu, dari total Rp134,8 triliun subsidi LPG 3 kg oleh pemerintah, 68 persennya atau Rp91,7 triliun dinikmati oleh rumah tangga mampu.