Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Top 5 News BisnisIndonesia.id: SMF hingga Strategi BPD di Bisnis Syariah

Berita tentang SMF dan sejumlah berita menarik lainnya tersaji dari meja redaksi BisnisIndonesia.id yang diulas secara analitik.
Warga melintas di dekat logo PT Sarana Multigriya Finansial (Persero) di Jakarta, Kamis (20/1/2022). Bisnis/Fanny Kusumawardhani
Warga melintas di dekat logo PT Sarana Multigriya Finansial (Persero) di Jakarta, Kamis (20/1/2022). Bisnis/Fanny Kusumawardhani

Bisnis, JAKARTA—Sepanjang tahun 2022, SMF telah menjalankan berbagai upayanya dalam mendukung pemulihan ekonomi nasional sesuai dengan perluasan mandat yang diberikan oleh Pemerintah.

Berita tentang SMF menjadi salah satu berita pilihan editor BisnisIndonesia.id. Selain berita tersebut, sejumlah berita menarik lainnya turut tersaji dari meja redaksi BisnisIndonesia.id.

Berikut ini highlight Bisnisindonesia.id, Rabu (8/3/2023):

1. Rapor Cemerlang SMF di Tengah Tekanan Properti Residensial

Sektor properti masih mengalami tantangan dan pemulihan di tahun lalu. Di tahun ini sendiri, memang sektor properti masih menghadapi sejumlah tantangan yang salah satunya berasal dari kondisi ekonomi global dan juga kenaikan suku bunga acuan Bank Indonesia. Perlambatan pertumbuhan ekonomi tidak mungkin dihindari akan tetapi Indonesia lebih baik dibandingkan dengan kondisi di berbagai negara lain.

Indonesia masih mendapatkan manfaat dari kenaikan harga komoditas energi, dan pada saat yang sama sektor manufaktur masih dalam posisi ekspansif walaupun sudah menunjukkan tren penurunan. Indonesia sendiri diproyeksikan masih akan mengalami pertumbuhan ekonomi sebesar 5 persen pada 2023. 

Chief Economist PT Sarana Multigriya Finansial (SMF) Martin Daniel Siyaranamual mengatakan di sepanjang tahun lalu, sektor properti khususnya penyaluran Kredit Pemilikan Rumah (KPR) hanya berkontribusi 2,99 persen terhadap Produk Domestik Brutto (PDB) nasional. 

Menurutnya, Indonesia sebagai negara berkembang dan masuk dalam level kelas menengah, rasio KPR terhadap PDB Indonesia ini dinilai masih sangat kecil bila dibandingkan dengan negara tetangga seperti Malaysia yang sebesar 38,48 persen. Terlebih dukungan pembiayaan Pemerintah melalui APBN khusus untuk Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) memiliki rumah sangatlah besar.

2. Duka Mendalam di Tanah Merah, Kebijakan Solutif Jauh Lebih Urgen

Kebakaran hebat yang terjadi di kawasan Terminal Bahan Bakar Minyak (TBBM) Plumpang milik PT Pertamina (Persero) atau Depo Pertamina Plumpang, Koja, Jakarta Utara pada Jumat (3/3/2023) malam kembali memunculkan kekhawatiran banyak pihak, terutama menyangkut keselamatan warga di sekitar objek vital nasional tersebut.

Lokasi Depo Pertamina Plumpang yang telah beroperasi sejak 1974 dan berkontribusi sekitar 20 persen terhadap distribusi BBM nasional itu sudah sangat tidak layak, lantaran berada di tengah kawasan padat penduduk.

Kebijakan solutif terutama keseriusan pemerintah untuk menata kembali kawasan di Kampung Tanah Merah itu pun kembali dipertanyakan, mengingat isu keselamatan warga yang bermukim di sekitar Depo Pertamina Plumpang pernah mencuat pada 2009 silam, setelah terjadi kebakaran yang menewaskan satu orang pekerja.

Ketika itu memang sempat muncul pembahasan mengenai zona penyangga (buffer zone) di kawasan Depo Pertamina Plumpang, tetapi nyatanya hingga 14 tahun berlalu rencana tersebut masih berupa wacana dan menguap begitu saja. Hingga kini rencana tersebut belum juga terealisasi.

3. IHSG Dalam Tekanan, Investor Harus Bagaimana?

Kinerja indeks harga saham gabungan (IHSG) telah melemah selama tiga hari berturut-turut, bahkan kini kembali ke level 6700-an. Sepanjang tahun ini, IHSG sudah turun 1,22 persen year-to-date (YtD). Strategi apa yang sebaiknya diambil investor?

Hari ini, IHSG ditutup di level 6.766,76 setelah turun 0,59 persen dibanding kemarin. Sebanyak 370 emiten mengalami penurunan harga saham hari ini, sedangkan penguatan harga hanya dialami oleh 150 emiten, sisanya stagnan.

Macro Equity Strategist Samuel Sekuritas Indonesia, Lionel Priyadi, mengatakan bahwa saat ini pasar modal global dan Indonesia tengah tertekan kondisi inflasi di Amerika yang belum turun sesuai harapan.

Hal tersebut akibat masih kuatnya ekspansi sektor jasa seperti perhotelan, rekreasi, dan lainnya, yang membuat suku bunga Fed berpotensi naik hingga 5,75 persen hingga 6 persen.

"Ada kemungkinan penurunan ini berlangsung sepanjang kuartal I/2023. Kemudian, pada kuartal II/2023 pasar baru akan melakukan konsolidasi bersiap menghadapi resesi Amerika di semester kedua 2023," jelasnya kepada Bisnis, Selasa (7/3/2023).

Dalam kondisi seperti ini, Lionel mengatakan investor dapat memilih sektor yang lebih diuntungkan oleh kondisi penurunan harga komoditas. Pilihan lainnya yakni beralih ke aset lain yang memiliki peluang pertumbuhan lebih tinggi. Aset seperti emas bisa menjadi pilihan safe-haven.

4. Menerka Pertumbuhan Ekonomi 2024 Saat Fokus APBN Berubah

Sebelum mengakhir masa pemerintahannya, Pemerintahan Presiden Jokowi masih harus menyusun APBN 2024. Berbeda dengan rancangan APBN tahun sebelumnya, APBN 2024 akan dirancang lebih moderat. Belanja pemerintah pun akan ditekan. Hal itu diperkirakan akan berdampak pada pertumbuhan ekonomi di tahun 2024.

Hal itu menjadi tidak terhindarkan karena pemerintah menyiapkan APBN 2024 dengan perhitungan yang berbeda dibandingkan APBN 2023. Meski keduanya dibuat pada masa Presiden Jokowi berkuasa, APBN 2024 yang disiapkan pada 2023 dibuat cenderung relatif standar. Tidak mengherankan jika APBN 2024 akan cenderung menahan anggaran belanja dan fokus pada program prioritas.

Perubahan fokus pemerintah di tahun transisi itu dinilai sebagai hal yang wajar, sehingga belanja pada APBN 2024 akan cenderung moderat.

Proyek infrastruktur, yang selama ini menjadi salah satu andalan PEmerintahan Presiden Jokowi, kemungkinan akan menurun. Dalam hal ini, pemerintah pun sudah menetapkan tenggat bahwa semua proyek pembangunan infrastruktur, baik Proyek Strategis Nasional (PSN) maupun non-PSN, harus selesai pada semester pertama 2024.

5. Beda Strategi BPD Kokohkan Bisnis Syariah

Kalangan bank pembangunan daerah atau BPD memiliki strategi yang berbeda dalam mengembangkan bisnis syariahnya, meski sama-sama bertujuan untuk meningkatkan kontribusi dari unit bisnis halal tersebut.

Masih belum finalnya regulasi terkait kewajiban pemisahan usaha atau spin off unit usaha syariah (UUS) menjadi bank umum syariah (BUS) menjadikan kalangan BPD juga memilih untuk wait and see terlebih dahulu.

PT BPD Jawa Timur Tbk. atau Bank Jatim, misalnya, semula hendak melakukan spin off atas UUS mereka tahun lalu.

Namun, adanya wacana perubahan kewajiban spin off dalam Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU PPSK) atau Omnibus Law Keuangan menjadikan emiten berkode saham BJTM ini menunda dulu langkah tersebut guna menantikan landasan regulasi yang tepat.

"Kami tunggu regulasinya bagaimana. OJK kemudian sudah keluarkan regulasi bahwa aset UUS untuk menjadi BUS itu mesti 50 persen dari aset induknya. Dengan demikian, kami ambil keputusan saat ini akselerasi terlebih dahulu UUS," kata Direktur Utama Bank Jatim, Busrul Iman, dalam konferensi pers pada Selasa (7/3/2023).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Sumber : BisnisIndonesia.id

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper