Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Permintaan LNG Eropa Naik, Indonesia Dinilai Belum Bisa Ambil Peluang

Industri hulu migas Indonesia dinilai belum dapat mengambil peluang dari pasar gas alam cair di tengah permintaan yang tinggi dari negara-negara Eropa dan Asia.
Liquefied Natural Gas (LNG)./Istimewa
Liquefied Natural Gas (LNG)./Istimewa

Bisnis.com, JAKARTA — Asosiasi Perusahaan Migas Nasional (Aspermigas) menilai industri hulu migas Indonesia belum dapat mengambil peluang dari pasar gas alam cair atau liquefied natural gas (LNG) di tengah permintaan yang tinggi dari negara-negara Eropa dan Asia saat ini.

Ketua Komite Investasi Aspermigas Moshe Rizal mengatakan, situasi itu disebabkan lantaran biaya produksi LNG dalam negeri yang tidak kompetitif jika dibandingkan dengan sejumlah produsen utama seperti Amerika Serikat dan Qatar. 

“Permasalahan kita biaya produksi gas cukup tinggi di mulut sumur sehingga sulit bersaing dengan negara-negara produsen besar,” kata Moshe saat dihubungi, Senin (20/2/2023). 

Selain itu, Moshe mengatakan, sebagian negara produsen LNG besar relatif memiliki pendanaan yang relatif besar. Hal itu, kata dia, membuat produksi LNG dengan skala besar dapat mengoreksi harga jual komoditas gas cair mereka di pasar dunia. 

Di sisi lain, kata dia, sejumlah negara produsen relatif memiliki infrastruktur gas yang mapan jika dibandingkan dengan Indonesia. Kondisi infrastruktur itu belakangan ikut menekan ongkos produksi dari LNG. 

“Jadi kita sulit untuk bersaing ke arah sana, buyer kita kan banyakan di Asia, kita tidak jual gas ke Eropa, tapi kemarin karena ada permintaan tinggi akhirnya harga kita masuk,” tuturnya. 

Seperti dilansir dari Shell’s LNG Outlook 2023, permintaan LNG dari Eropa yang meningkat diperkirakan bakal memperketat kompetisi pasar gas cair dengan sejumlah negara di Asia hingga 2 tahun ke depan. 

Seperti diketahui, negara-negara Eropa mengimpor 121 juta ton LNG sepanjang 2022. Torehan itu meningkat 60 persen jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya seiring dengan terhambatnya pasokan gas dari Rusia. 

“Perang di Ukraina telah menimbulkan efek yang dalam pada keamanan energi dunia dan membawa perubahan struktural yang serius pada pasar termasuk pasar LNG global untuk jangka panjang,” kata Shell’s Executive Vice President for Energy Marketing Steve Hill seperti dikutip dari keterangan resmi, Senin (20/2/2023). 

Malahan, berdasarkan catatan Shell, permintaan LNG yang tinggi dari Eropa sepanjang 2022 mendorong pembeli dari negara lain untuk mengurangi impor mereka lantaran harga yang terlanjur terungkit tahun lalu. 

Misalkan, harga yang terlanjur tinggi tahun lalu mengoreksi torehan impor LNG dari China dan sejumlah negara di Asia Selatan, seperti Pakistan, Bangladesh, dan India. Sejumlah negara itu belakangan beralih pada energi fosil di antaranya minyak mentah dan batu bara. 

Total perdagangan LNG global sempat mencapai di angka 397 juta ton pada 2022. Shell memproyeksikan permintaan LNG bisa mencapai di angka 650 juta ton sampai 700 juta ton setiap tahunnya hingga 2040 mendatang. 

“Hal ini memerlukan pendekatan yang lebih strategis untuk mengamankan pasokan yang andal lewat kontrak jangka panjang,” kata Steve.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper