Bisnis.com, JAKARTA – Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, berharap proyek tambang dan smelter nikel rendah karbon milik PT Vale Indonesia Tbk. (INCO) dan PT Bahodopi Nickel Smelting Indonesia (BNSI) dapat selesai dalam kurun 2,5 tahun.
Hal itu disampaikan Airlangga saat melakukan peletakan batu pertama pembangunan proyek pertambangan dan pengolahan nikel rendah karbon terintegrasi milik INCO dan BNSI. Proyek ini memiliki biaya investasi Rp37,5 triliun dengan kapasitas produksi 37.000 ton per tahun.
Lokasi proyek tersebut berada di Kabupaten Morowali, Sulawesi Tengah. Untuk lokasi pertambangan berada di Kecamatan Bungku Timur dan Bahodopi, sedangkan lokasi pabrik pengolahan yang berada di Desa Sambalagi, Kecamatan Bungku Pesisir.
“Saya berharap ini akan diikuti dengan peletakan batu-batu berikutnya. InsyaAllah bisa diselesaikan dalam 2,5 tahun,” kata Airlangga dalam keterangan tertulis, Jumat (10/2/2023).
Smelter nikel, yang merupakan salah satu Proyek Strategis Nasional (PSN) ini, menggunakan teknologi Rotary Kiln Electric Furnace (RKEF), serta sumber listrik dari gas alam. Hal ini diklaim mampu mengurangi emisi karbon dari operasi proyek dengan target hingga 33 persen pada 2030.
“Ini pabrik green smelter pertama yang saya lihat. Berbasis gas LNG, tentu minta dukungan dari Komisi Energi [DPR RI] bahwa ini adalah green energy, green product, dan green mining,” ujarnya.
Menko Airlangga juga berharap proyek tersebut mampu mendorong pertumbuhan ekonomi di Provinsi Sulawesi Tengah. Keberadaan proyek ini diperkirakan menyerap sekitar 12.000 – 15.000 tenaga kerja saat masa konstruksi dan sekitar 3.000 tenaga kerja saat operasional.
“Diharapkan ada multiplier effect yang didapatkan masyarakat dari kegiatan ini dan masyarakat bisa terlibat pada ekosistem pengembangan industri yang ada di Morowali,” tuturnya.
Menurut Airlangga, kebijakan hilirisasi industri yang dilakukan pemerintah diharapkan dapat memperkuat daya saing ekonomi nasional dalam menghadapi tantangan ketidakpastian kondisi perekonomian global saat ini.
Indonesia juga bertekad menjadi pemain kunci global dalam industri hilirisasi berbasis komoditas dengan mengurangi ekspor bahan mentah dan meningkatkan hilirisasi industri berbasis Sumber Daya Alam (SDA) di dalam negeri.
Salah satu komoditas dengan jumlah cadangan terbesar di Indonesia ada nikel. Berdasarkan data US Geological Survey memperlihatkan bahwa cadangan nikel Indonesia menempati peringkat pertama yakni mencapai 21 juta ton atau setara dengan 22 persen cadangan global.
Produksi nikel Indonesia juga menempati peringkat pertama yakni sebesar 1 juta ton, melebihi Filipina (370.000 ton) dan Rusia (250.000 ton). Hilirisasi nikel juga telah terbukti berkontribusi positif dan di sepanjang 2022 telah berkontribusi 2,17 persen terhadap total ekspor non-migas.