Bisnis.com, JAKARTA — Pengusaha transportasi dan logistik Kyatmaja Lookman memahami pentingnya beralihnya menuju energi terbarukan dengan mulai memasang Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Atap di kantornya.
Awal mulanya, dia memutuskan memasang panel surya karena tertarik mencoba penggunaan teknologi baru. “Setidaknya mulai dari skala kecil untuk lebih mengetahui cost benefit-nya. Tapi untuk sekarang sepertinya belum kita lanjutkan lagi menunggu manfaatnya bertambah,” jelasnya.
Sayangnya, pemasangan PLTS Atap tersebut baru sebatas dilakukan di kantor dan belum di rumah. Rupanya, ada sejumlah motif mengapa dia baru menerapkannya di kantor miliknya.
Direktur Utama Lookman Djaja tersebut menjelaskan bahwa pemasangan PLTS Atap di kantor akan lebih mudah dibandingkan dengan di rumah. Ada 2 tipe PLTS Atap yang diketahuinya.
Pertama, yang menggunakan baterai dan yang kedua dihubungkan ke kWh meter PLN. Berdasarkan pengetahuannya, investasi dalam memasang PLTS Atap yang menggunakan baterai memang mahal, tetapi energi yang dihasilkan bisa disimpan untuk kemudian hari dipakai kembali.
Sedangkan untuk yang jenis kedua yang terhubung ke gardu listrik, lebih efisien karena tidak perlu membeli baterai listrik yang dihasilkan PLTS. Bahan, sisa penggunaan listrik yang berlebih bisa diekspor ke PLN.
“Saya belum cek lagi harga yang terkini tapi waktu itu saya awal pasang cukup mahal. Saya hitung-hitung biaya pemasangan kurang lebih dari Rp100 juta untuk 5.000 kWh,” ujarnya kepada Bisnis.com, Senin (30/1/2023).
Selama penggunaan PLTS Atap kurang lebih 5 tahun di kantornya, ternyata dia tidak merasakan penghematan yang begitu besar.
“Yang saya rasakan ya kira-kira penghematan Rp500.000 per bulan atau dalam setahun Rp6 juta per tahun. Jika biaya investasi Rp100 juta maka butuh waktu 16 tahun untuk bisa Break Event Point [BEP],” jelasnya.
Belum lagi, gangguan yang sering dia rasakan dari pemasangan PLTS Atap yang berlokasi di Jakarta dengan polusi tinggi. Sehingga solar panel menjadi cepat kotor dan harus sering dibersihkan. Menurutnya, kalau tidak sering dibersihkan, semakin lama produksi listrik dari PLTS Atap semakin turun. Letak solar panel yang berada di atap juga memerlukan tenaga ekstra untuk membersihkannya.
Dari pengalamannya menggunakan PLTS Atap untuk kebutuhan kantornya, dia pun masih belum terpikir untuk kembali menerapkannya di rumah.
Pertama, karena waktu pengembalian yang lama. Hal ini yang menurutnya mungkin perlu diberikan insentif oleh pemerintah.
Selain itu, dia juga harus merogoh kocek tambahan yang diperlukan untuk memasang bracket panel surya dan membuat jalur kabel ke- atas atap. Selain itu untuk pelaporan terkait produksi solar panel juga masih bergantung kepada jaringan internet.
Terlebih dari pengalaman pribadinya, Kyatmaja menyebut produksi solar panel sebesar 5.000 kwh tergolong tidak besar,
"Kecuali kita memasang solar panel jauh.lebih besar dari kwh meter kita. Tapi kan hal itu dibatasi ya kita bisa pasang maksimal 80-90 persen kwh meter yang kita punya
Dia pun berpendapat masyarakat memang masih memerlukan insentif lebih untuk memasang PLTS Atap.
"Tapi untuk sekarang sepertinya belum kita lanjutkan lagi untuk di rumah. Kami menunggu manfaatnya bertambah,” jelasnya.