Bisnis.com, JAKARTA - Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir memperkirakan laba BUMN sepanjang 2022 bisa menembus Rp200 triliun. Jumlah tersebut aik signifikan dari capaian 2021 yakni Rp125 triliun (year-on-year/yoy).
"Kemungkinan laba BUMN tahun ini Rp200 triliun, kemungkinan. Ini belum tutup buku," ungkap Erick dalam konferensi pers Natal Bersama 2022 Kementerian BUMN di Tangerang seperti dikutip dari Antara, Sabtu (14/1/2023).
Erick membeberkan tingginya kemungkinan laba para perusahaan pelat merah tersebut merupakan berkat kerja keluarga besar BUMN yang telah bersatu dalam segala perbedaan saat melakukan efisiensi dan gotong royong.
Menurutnya, Efisiensi yang dilakukan BUMN tak hanya sekedar menekan harga, tetapi efisiensi secara operasional.
Dia memberi contoh PT Pertamina (Persero) Tbk. berhasil melakukan efisiensi sekitar US$1,9 miliar pada 2021 dan sebesar US$600 juta pada 2022.
Begitu pula dengan PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) yang bisa menekan belanja modal alias capital expenditure (capex) sampai 30 persen, sehingga perseroan bisa melakukan percepatan utang dimana utang PLN sudah turun Rp96 triliun dari sebesar Rp500 triliun menjadi Rp404 triliun.
Menurut Erick, efisiensi BUMN harus dilakukan di tengah permasalahan tingginya harga pangan saat ini, yang menjadi salah satu permasalahan yang harus diwaspadai. BUMN kini sedang mempelajari guna menjadi pembeli siaga atau off taker dalam membeli hasil petani, khususnya untuk kelapa sawit, gula, hingga padi.
"Ini yang kami sedang akan siapkan, rancangan untuk membeli kebutuhan pokok," ungkapnya.
Selain harga pangan, Erick menyebutkan harga energi saat ini turut menjadi perhatian. Baru-baru ini, Pertamina sudah menurunkan harga bahan bakar minyak (BBM) jenis Pertamax, sejalan dengan turunnya harga minyak dunia.
Kementerian BUMN pun juga sedang melakukan proses membandingkan perusahaan alias benchmarking terkait produksi minyak Indonesia dengan perusahaan dunia, khususnya dari segi ongkos produksi.
"Jangan sampai nanti perusahaan minyak yang lain harga produksinya sekian, Pertamina justru lebih mahal. Nah ini efisiensi," ucap Erick.