Bisnis.com, JAKARTA - Malaysia mengajak Indonesia memblokir ekspor CPO ke Uni Eropa sebagai bentuk balas dendam dendam terhadap peraturan deforestasi mendapat dukungan dari sejumlah pihak.
Sebagaimana diketahui, Uni Eropa pada awal Desember lalu baru saja memberlakukan peraturan deforestasi. Dalam aturan tersebut, produk-produk seperti sawit, kopi, kakao, karet, kedelai, daging, hingga produk turunannya yang masuk Uni Eropa, termasuk Indonesia, harus terlebih dahulu melakukan uji tuntas bebas deforestasi.
Ketua Umum DPP Asosiasi Petani Sawit Indonesia (Apkasindo) Gulat ME Manurung menilai, jika ingin membangun sebuah kemitraan yang baik, maka kemitraan harus didasarkan pada kesetaraan, tidak boleh ada pemaksaan.
Menurut dia, aturan yang dibuat oleh Uni Eropa sudah masuk ke dalam kategori pemaksaan. Oleh karena itu, jika produsen minyak sawit sebagai yang dipaksa tidak sepakat, maka pilihan untuk menghentikan pengiriman CPO ke Uni Eropa merupakan pilihan yang tepat.
“Kami petani sawit sangat setuju jika Indonesia dan Malaysia membangun kesepakatan tersebut. Indonesia dan Malaysia harus semakin kompak dalam perjalanan Council of Palm Oil Producing Countries [CPOPC], jangan ambil posisi masing-masing seperti selama ini. Itulah kelemahan selama ini makanya sawit bisa diatur-atur oleh Uni Eropa dan mengabaikan kesetaraan,” jelas Gulat kepada Bisnis, Kamis (12/1/2023).
Berdasarkan data GAPKI, pada 2020, Uni Eropa mengimpor CPO dan turunannya dari Indonesia sebanyak 4,923 juta ton, lalu sebanyak 4.703 juta ton, atau 18 persen dari total ekspor Indonesia pada 2021.
Baca Juga
Volume ekspor ke Eropa itu, jelas Gulat, terdistribusi ke 27 negara. Sehingga, tegasnya, sebenarnya pasar CPO dari masing-masing negara Eropa itu sangat kecil.
Oleh karena itu, menurutnya Uni Eropa yang akan dirugikan dengan aturan tersebut. Pasalnya, aturan tersebut otomatis akan membuat harga bahan baku minyak nabati menjadi melonjak di Uni Eropa.
Senada, Direktur Segara Institute Piter Abdullah Redjalam melihat Indonesia dan Malaysia akan mendapatkan durian runtuh jika kedua negara kompak dalam mengatur supply CPO, termasuk dengan menghentikan ekspor CPO ke Eropa.
“Harga CPO akan terjaga tinggi. Eropa akan kehilangan pasokan CPO. Industri mereka [akan] terganggu,” ujar Piter.
Dia juga menegaskan, Indonesia tidak perlu khawatir jika digugat Uni Eropa di Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade Organization/WTO). Sebab, CPO sendiri ditolak dengan Uni Eropa dengan alasan lingkungan. Maka dari itu, jika Indonesia memilih untuk memblokir CPO ke Uni Eropa, tidak ada alasan untuk Uni Eropa menggugat ke WTO.