Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintah optimistis kinerja subsektor industri kimia, obat tradisional, dan farmasi akan kinclong sepanjang tahun ini. Subsektor tersebut diproyeksi berkontribusi hingga 5 persen terhadap PDB.
Plt. Direktur Jenderal Industri Kimia Farmasi dan Tekstil (IKFT) Kementerian Perindustrian (Kemenperin), Ignatius Warsito, menjelaskan optimisme itu berangkat dari realisasi kontribusi sepanjang 2022 berjalan yang sudah mencapai 4,3 persen.
Namun, pemerintah melihat setidaknya ada beberapa hal yang tetap wajib diantisipasi. Terutama, oleh subsektor-subsektor tertentu. "Pertama, bahan baku hulu seperti nafta yang masih impor," kata Warsito kepada wartawan di Gedung Kemenperin, Jakarta, pada Selasa (27/12/2022).
Permasalahan bahan baku yang menjadi urusan rantai pasok industri ini dikatakan menjadi tantangan bersama. Termasuk, dalam hal menarik investasi dari produsen nafta agar menanamkan modal di Tanah Air.
Sejalan dengan hal tersebut, Warsito mengungkapkan proyek-proyek PT Pertamina secara bersamaan mengarah ke subsektor petrokimia dalam beberapa waktu belakangan, sehingga diyakini bekal melengkapi kinerja.
"Kami optimistis pabrik-pabrik kimia dengan mega proyeknya akan memberikan landasan untuk memperkuat struktur pendalaman industri nasional," tegasnya.
Satu hal lain yang harus diantisipasi tahun depan adalah konsekuensi perang Rusia - Ukraina serta Perang Dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China yang berlarut-larut dalam dekade belakangan.
Terutama, produk hulu seperti bahan baku plastik yang diminta berhati-hati dalam menghadapi kompetensi tahun depan.
Dia menambahkan, pemerintah juga memiliki Satuan Tugas (Satgas) untuk melakukan inventarisasi permasalahan di industri tekstil dan produk tekstil (TPT) dan alas kaki.
Sementara dari segi kebijakan, pemerintah berkeinginan memastikan agar pasar tradisional ekspor RI di Eropa yang mengalami pelemahan mau mengkalkulasi ulang order produknya ke Indonesia.
Hal itu bertujuan memulihkan pasar di industri garmen dan alas kaki yang mengurangi ratusan ribu tenaga kerjanya sejak awal kuartal III/2022 karena pelemahan pasar ekspor.
Akibatnya, pemerintah harus membuat strategi antisipasi. Yakni, mengamankan pasar domestik. Kami juga akan memantau potensi masuknya barang China ke Indonesia dalam rangka menjaga pasar dalam negeri," tegasnya.