Bisnis.com, JAKARTA — Menteri Keuangan Sri Mulyani terus mewaspadai risiko pembengkakan beban bunga utang seiring dengan meningkatnya risiko depresiasi nilai tukar rupiah pada tahun depan.
Terlebih, pembayaran bunga utang pemerintah dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2023 masih cukup tinggi, yakni mencapai Rp441,4 triliun.
Sri Mulyani Indrawati mengatakan ada dua risiko yang akan memengaruhi strategi pembiayaan pada tahun depan, yakni cost of fund (CoF) dan depresiasi nilai tukar atau exchange rate risk.
“Kita masih menjaga jatuh tempo utang kita yang rata-rata masih di atas 8 tahun,” kata dia dalam acara Outlook Perekonomian Indonesia di Hotel Ritz-Charlton, Rabu (21/12/2022).
Beban fiskal dalam menanggung bunga utang pun makin berat karena mulai tahun depan pemerintah tak lagi mendapatkan 'bantuan' melalui skema burden sharing dari Bank Indonesia (BI) seperti yang dijalankan dalam 3 tahun terakhir.
Bank sentral memang berperan cukup krusial karena menanggung beban bunga utang untuk memenuhi kebutuhan pembiayaan selama pandemi Covid-19.
"Tahun depan, Pak Gub [Bank Indonesia] sangat mendukung SKB I II dan III, III akan kita selesaikan, ini karena memang situasi pandemi, mudah-mudahan yang disampaikan presiden selesai tahun ini. Jadi tidak ada lagi arrangement istimewa dari Pak Perry kepada saya, walaupun tetap kita kerja erat dan mesra.
Sejalan dengan itu, Menkeu pun akan mengoptimalisasi Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SiLPA) 2022 yang bisa digunakan pada tahun depan dan meningkatkan porsi pembiayaan yang tidak rawan guncangan volatiltas pasar.
“Kami mengumpulkan SiLPA untuk bantalan pembiayaan,” katanya.
Risiko pembengkakan beban bunga utang kian membesar seiring dengan tren kenaikan suku bunga acuan di bank sentral Amerika Serikat (AS).
Direktur Center of Economic and Law Studies Bhima Yudhistira mengatakan kenaikan suku bunga oleh Bank Indonesia (BI) sebagai respons dari pengetatan moneter bank sentral AS juga patut dicermati.
Menurutnya, hal itu akan mengatrol bunga utang pemerintah. Bhima memperkirakan puncak kenaikan suku bunga acuan akan terjadi pada tahun depan.
“Jadi memang tantangannya adalah memitigasi lonjakan pembayaran bunga utang,” ujarnya.