Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Author

Agus Herta Sumarto

Peneliti di Indef

Agus Herta Sumarto adalah peneliti di Institute for Development of Economics and Finance (Indef). Dia juga menjadi dosen di Fakultas Ekonomi dan Bisnis di Universitas Mercu Buana Jakarta

Lihat artikel saya lainnya

Opini: Arah Omnibus Law Sistem Keuangan

RUU Omnibus Law Sistem Keuangan menjadi harapan untuk menciptakan peraturan yang lebih komprehensif.
Karyawan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) beraktivitas di ruang layanan Konsumen, Kantor OJK, Jakarta, Senin (23/10)./ANTARA-Akbar Nugroho Gumay
Karyawan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) beraktivitas di ruang layanan Konsumen, Kantor OJK, Jakarta, Senin (23/10)./ANTARA-Akbar Nugroho Gumay

Bisnis.com, JAKARTA - Menjelang berakhirnya tahun 2022, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) bersama dengan pemerintah, Bank Indonesia (BI), Otoritas Jasa Keuangan (OJK), serta Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) masih memiliki satu “pekerjaan rumah” yang harus segera diselesaikan yaitu membahas dan mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Reformasi Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan. RUU ini menjadi salah satu RUU prioritas yang harus selesai dan disahkan pada 2022. Penyusunan RUU ini dilakukan dengan metode omnibus sehingga RUU ini lebih dikenal dengan istilah Omnibus Law Sistem Keuangan.

Dengan metode omnibus ini diharapkan tidak ada lagi tumpang tindih aturan karena semua aturan yang memiliki jenis dan hierarki yang sama akan digabungkan dan diselaraskan ke dalam satu UU yang utuh. RUU ini diharapkan akan menjadi UU sapu jagat melengkapi UU sapu jagat Cipta Kerja yang telah disahkah sebelumnya.

Paling tidak ada 15 UU terkait yang akan diubah, dihapus, ditetapkan pengaturan baru, dan digabungkan ke dalam satu UU yang mengatur sistem keuangan secara menyeluruh. Penggabungan UU tersebut dilakukan di seluruh ekosistem keuangan mulai dari UU tentang BI, OJK, LPS, Perbankan, Perasuransian, Bank Syariah, Perkoperasian, Lembaga Keuangan Mikro, Dana Pensiun, Pasar Modal, Perdagangan Berjangka Komoditi, Surat Utang Negara, Mata Uang, sampai UU tentang Pencegahan dan Penanganan Krisis.

RUU Omnibus Law Sistem Keuangan yang sedang dibahas sekarang ini menawarkan regulasi dan peraturan yang lebih komprehensif dan tentunya diharapkan lebih baik, mampu meningkatkan kontribusi sektor keuangan bagi pertumbuhan ekonomi yang inklusif, berkelanjutan, dan berkeadilan guna meningkatkan taraf hidup masyarakat, mengurangi ketimpangan ekonomi, serta mewujudkan Indonesia yang sejahtera.

Selain tujuan yang lebih baik dan aspek yang lebih komprehensif tersebut, terdapat beberapa isu krusial yang harus diperhatikan pemerintah, DPR, dan seluruh pelaku ekonomi dan industri keuangan di Indonesia.

Pertama, terkait dengan independensi masing-masing otoritas. Setiap otoritas dalam sistem keuangan memiliki posisi, peran, dan fungsi masing-masing yang tentunya berbeda antara satu dengan yang lainnya. Berdasarkan perbedaan posisi tersebut, perspektif dan cara pandang masing-masing otoritas bisa saja berbeda. Perbedaan cara pandang tersebut akan menambah kekayaan khazanah di dalam analisis sistem keuangan di Indonesia. Oleh karena itu, di dalam UU Omnibus Law Sistem Keuangan nanti, tidak boleh ada pasal yang mendegradasi posisi dan peran masing-masing otoritas yang dapat mengurangi independensinya.

Kedua, terkait dengan hilangnya pasal persyaratan khusus yang mengatur siapa yang bisa menjadi pejabat utama di masing-masing otoritas. Salah satu yang menjadi kekhawatiran publik adalah tidak adanya larangan anggota partai politik aktif menjadi pejabat di masing-masing otoritas tersebut. Walau kekhawatiran ini terkesan subjektif karena anggota partai politik aktif sangat mungkin bisa menanggalkan kepentingan partai politiknya demi kepentingan bangsa dan negara yang lebih besar, kekhawatiran ini cukup dapat dipahami. Oleh karena itu, tidak ada salahnya jika anggota partai politik aktif dengan legowo dapat mengundurkan diri untuk sementara dari kepengurusan partai sehingga dapat meningkatkan kepercayaan (trust) publik kepada setiap otoritas tersebut.

Ketiga, kejelasan peran dan fungsi masing-masing otoritas. Salah satu tujuan utama penyusunan Omnibus Law Sistem Keuangan ini adalah untuk menyelaraskan berbagai aturan yang tumpang tindih dan “abu-abu”. Masing-masing-masing otoritas harus berjalan di relnya masing-masing namun dengan tujuan yang sama. Tidak boleh ada peraturan yang malah saling menabrakkan peran dan fungsi masing-masing otoritas dalam satu rel yang sama.

Aturan yang mengatur program berbagi beban (burden sharing) yang dilakukan pemerintah bersama BI selama ini, kedepannya harus diatur secara rinci dan jelas. Jangan sampai program berbagi beban tersebut malah mengaburkan dan menumpangtindihkan peran dan fungsi masing-masing otoritas.

KLAUSULA PELARIAN

Selain permasalah isu-isu krusial tadi, UU Omnibus Law Sistem keuangan ini harus mampu menjadi instrumen peraturan dan regulasi yang efektif. Peraturan dan regulasi yang efektif adalah yang mampu menjawab berbagai persoalan yang dihadapi dan mampu beradaptasi dengan kondisi di luar ekspektasi (extraordinary condition) terutama turbulensi ekonomi yang berasal dari dinamika ekonomi politik global. Pandemi Covid-19 yang terjadi saat ini bisa menjadi pelajaran bagaimana UU tentang Penanganan dan Pencegahan Krisis dibuat tidak berdaya. Pemerintah tidak memiliki regulasi yang memuat rencana cadangan dan rencana pelarian ketika ekonomi masuk ke dalam turbulensi yang disebabkan oleh pandemi Covid-19.

Ketiadaan rencana kontijensi tersebut mendorong pemerintah untuk mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) yang dirancang untuk menghadapi kondisi ketidakpastian di masa pandemi. Berbagai program yang telah disusun sebelumnya harus mengalami banyak perubahan sehingga target dan capaian pembangunan juga harus ikut berubah. Realokasi dan refocussing anggaran menjadi mantra untuk meredam dampak negatif dari pandemi Covid-19.

Oleh karena itu, diperlukan klausula pelarian (escape clause) di dalam UU Omnibus Law Sistem Keuangan nanti yang mengatur secara komprehensif, jelas dan rinci langkah-langkah kontijensi ketika terjadi turbulensi ekonomi dan sistem keuangan di luar ekspektasi yang telah ditetapkan dalam perencanaan. Klausula tersebut harus memuat berbagai persyaratan, langkah-langkah teknis, penanggung jawab, dan pelaksana program-program pengendalian ketika terjadi extraordinary condition. Dengan adanya klausula ini diharapkan kita akan selalu mampu menghadapi berbagai situasi termasuk turbulensi ekonomi yang berpotensi mendorong ekonomi ke jurang krisis dan resesi.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper