Bisnis.com, BADUNG – Proses transisi energi dengan menggenjot produksi minyak 1 juta barel per hari (bph) pada 2030 terancam realisasinya seiring menurunnya produksi.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan bahwa target produksi 1 juta barel minyak merupakan cita-cita bersama. Hal tersebut juga sudah dibahas cukup lama.
“Namun, saat ini produksinya terus menurun,” katanya saat sambutan pada acara 3rd International Convention on Indonesian Upstream Oil and Gas 2022 di Badung, Bali, Kamis (24/11/2022).
Airlangga menjelaskan bahwa Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) harus punya terobosan supaya masalah penurunan produksi migas bisa teratasi.
Hal ini bertujuan untuk membuat iklim investasi di sektor migas bisa lebih baik. Sejalan dengan itu, ada upaya untuk mendorong transisi energi yang mengarah kepada energi terbarukan.
“Ini merupakan keniscayaan yang harus dihadapi bersama agar investasi di hulu migas tetap berjalan kondusif. Kebutuhan insentif, baik fiksal maupun nonfiskal, perlu dibahas secara dalam antara pemangku kepetingan,” jelas Airlangga.
Baca Juga
Bukan hanya minyak, Indonesia juga terancam kekurangan pasokan gas. Padahal, negara juga mematok produksi 12 miliar standar kaki kubik per hari (Bscfd) gas pada 2030.
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan bahwa data neraca gas nasional dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral mencatat Indonesia akan kekurangan pasokan gas untuk kebutuhan domestik.
Akibatnya, Tanah Air akan mengalami defisit dalam waktu dekat. Hal tersebut membuat impor tidak bisa dihindari pada 2026.
“Sementara cadangan nasional masih tersedia tetapi tidak dapat diproduksi,” katanya di acara yang sama kemarin, Rabu (23/11/2022).
Luhut menjelaskan bahwa saat ini ada banyak penemuan cadangan gas. Akan tetapi, dibutuhkan perencanaan infrastruktur yang tepat agar dapat menghubungkan lokasi produksi dengan konsumen gas alam potensial.
Tujuannya adalah memastikan bahwa permintaan dapat dipenuhi secara efisien dengan pasokan yang tersedia.
“Ini membutuhkan desain yang komprehensif dan terintegrasi dalam perencanaan dan pengembangan infrastruktur gas nasional yang memastikan keseimbangan optimal untuk penawaran dan permintaan,” jelasnya.