Bisnis.com, JAKARTA - Kalangan serikat pekerja atau buruh menyesalkan sikap pengusaha yang bakal mengajukan uji materiil Permenaker No.18/2022 yang menetapkan kenaikan upah minimum maksimal 10 persen pada 2023.
Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Said Iqbal, mengatakan langkah Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) dan Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia menggugat aturan UMP 2023 bakal membuat kalangan buruh melakukan aksi mogok besar-besaran.
“Cara Apindo akan memancing aksi buruh besar besaran di seluruh Indonesia,” kata Said kepada Bisnis, Kamis (24/11/2022).
Dia mengatakan pelaku usaha harus melihat fakta bahwa inflasi yang tinggi sejak pandemi dan kenaikan bahan bakar minyak membuat daya beli buruh menurun. Di samping itu, menurutnya upah buruh pun tidak naik sejak pandemi.
“Kami menyesalkan sikap pelaku usaha yang masih ngotot menggunakan PP 36/2021 tentang Pengupahan sebagai landasan perumusan kenaikan upah. Jika tetap dipaksakan menggunakan PP 36/2021, maka kenaikan upah di bawah inflansi. Artinya daya beli buruh akan semakin jatuh,” ujar Said.
Di samping itu, Said mengatakan alasan resesi dan PHK massal tidak hanya dalih agar upah tidak naik tinggi. Faktanya ekonomi Indonesia di kuartal III/2022 tumbuh di atas 5 persen dan tahun depan diprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia terbesar nomor 3 di dunia.
Meski KSPI memberi catatan kritis terkait aturan UMP 2023, tetapi Said menyatakan bahwa pihaknya tetap mendukung penetapan upah menggunakan Permenaker No.18/2022 yang menggantikan PP 36/2022 dalam hal formula penghitungan upah minimum. Dengan kenaikan UMP/UMK minimal 10 persen.
“Kami menyesalkan sikap Apindo. Mereka tidak melihat fakta tingginya inflansi, daya beli buruh turun akibat selama pandemi tidak ada kenaikan upah, hingga kenaikan harga BBM,” ujar Said.
Seperti diketahui, Kadin dan Apindo akan melakukan uji materiil terkait kebijakan penetapan upah minimum 2023 yang ditetapkan lewat Permenaker No.18/2022 ke Mahkamah Agung (MA).
Permenaker yang menetapkan kenaikan upah maksimal 10 persen itu, dinilai bertabrakan dengan PP Nomor 36 tahun 2021 tentang Pengupahan yang merupakan turunan dari Undang-undang Cipta Kerja.
Ketua Kadin Indonesia, Arsjad Rasjid, mengatakan jika mengacu pada kondisi hukum saat ini, UU Cipta Kerja atau UU Ciptaker secara sah dinyatakan masih berlaku dalam tenggang waktu 2 tahun (inkonstitusional bersyarat) hingga ada perbaikan sebagaimana amar putusan Mahkamah Konstitusi sebelumnya.
Dia menilai, sepanjang UU Ciptaker masih dalam perbaikan, maka tidak diperkenankan adanya penerbitan peraturan pelaksana baru yang berkaitan dengan UU Ciptaker.
“Sehingga dengan dikeluarkannya Permenaker 18/2022 ini menimbulkan dualisme dan ketidakpastian hukum. Untuk itu diperlukan putusan yudikatif untuk menjawab keambiguan yang muncul,” ujar Arsjad dalam keterangan resmi, Kamis (24/11/2022).