Bisnis.com, JAKARTA - Indonesia dinilai memiliki peluang untuk meningkatkan produksi dan ekspor produk cokelat mengingat kapasitas terpakai industri pengolahan kakao berskala besar masih di kisaran 54 persen. Akan tetapi, pasokan bahan baku menjadi tantangan.
Berita tentang tantangan bahan baku yang menghambat upaya peningkatan produksi cokelat menjadi salah satu berita pilihan editor BisnisIndonesia.id. Selain berita tersebut, sejumlah berita menarik lainnya turut tersaji dari meja redaksi BisnisIndonesia.id.
Berikut ini highlight Bisnisindonesia.id, Senin (14/11/2022):
1. Tantangan Bahan Baku Hambat Peningkatan Produksi Cokelat
Indonesia dinilai memiliki peluang untuk meningkatkan produksi dan ekspor produk cokelat mengingat kapasitas terpakai industri pengolahan kakao berskala besar masih di kisaran 54 persen. Pasokan bahan baku menjadi tantangan.
Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mengungkapkan bahwa saat ini terdapat 11 industri pengolahan kakao sektor intermediate dengan kapasitas mencapai 739.250 ton per tahun. Selanjutnya, terdapat 900 industri pengolahan cokelat, dan 31 artisan cokelat (bean to bar).
"Saat ini, utilisasi industri pengolahan kakao berskala besar mencapai 54 persen. Pemerintah juga sedang mendorong berkembangnya para artisan yang berpotensi memiliki nilai tambah yang jauh lebih besar lagi,” ujar Direktur Jenderal Industri Agro Kemeperin, Putu Juli Ardika pada acara Peringatan Hari Kakao Indonesia (HKI) di Jakarta, Sabtu (12/11/2022).
2. Kucuran Investasi Kongsi SWF China di Kimia Farma (KAEF)
PT Kimia Farma Tbk (KAEF) dan anak usahanya, PT Kimia Farma Apotek (KFA) mendapatkan komitmen investasi dari sovereign wealth fund China, Silk Road Fund (SRF) dan Indonesia Investment Authority (INA).
Lewat aksi tersebut, kedua entitas itu berkomitmen masuk dalam rencana rights issue KAEF dan menyuntikan modal sebesar Rp1,86 triliun untuk Kimia Farma Apotek.
Direktur Utama Kimia Farma David Utama berujar, masuknya investor akan membuka peluang pasar dan jaringan Kimia Farma, dari sisi ritel dan layanan kesehatan, hingga ke luar negeri.
“Kerja sama investasi ini akan memperkokoh struktur permodalan perseroan, sehingga mampu meningkatkan performa operasional dan finansial untuk mengembangkan kinerja Perseroan yang lebih baik,” ungkapnya, dalam konferensi pers virtual, Minggu (13/11/2022).
3. Ramalan Performa Saham Unilever (UNVR) di Tengah Tekanan
Performa kinerja emiten konsumer, PT Unilever Indonesia Tbk. (UNVR) diramal bakal makin meleh pada kuartal emapat, seiring dengan berlanutnya tren penurunan volume penjualan dan pangsa pasar.
Kondisi tersebut diproyeksikan oleh J.P Morgan Sekuritas. Analis J.P Morgan Benny Kurniawan melalui risetnya menyebut margin laba kotor (gross profit margin/GPM) UNVR pada kuartal III/2022 turun 210 basis poin secara kuartalan dan 350 basis poin secara tahunan. Benny mengatakan hasil ini berada di luar ekspektasi lantaran harga komoditas bahan baku seperti minyak sawit cenderung turun selama periode tersebut.
“Kami yakin hasilnya akan terlihat lebih lemah pada kuartal-kuartal berikutnya, karena volume dan pangsa pasar terus menunjukkan penurunan meskipun basisnya jauh lebih rendah tahun lalu,” kata Benny dikutip, Minggu (13/11/2022).
4. Akhir Moratorium Izin Fintech Baru & Strategi Perkokoh Pinjol
Otoritas Jasa Keuangan berencana bakal mencabut kebijakan moratorium pendaftaran fintech sektor peer-to-peer lending atau p2p lending, meskipun keputusan tersebut masih dalam proses koordinasi dengan pihak terkait.
Kepala Eksekutif Pengawas Industri Keuangan Non-Bank (IKNB) OJK Ogi Prastomiyono menyampaikan bahwa saat ini pihaknya telah berkoordinasi dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) mengenai rencana pencabutan moratorium pendaftaran pelaku usaha fintech p2p lending.
“Sejalan dengan rencana pencabutan kebijakan tersebut [moratorium pendaftaran fintech], OJK juga dalam proses untuk menyiapkan dukungan yang dibutuhkan baik dalam hal regulasi maupun sistem informasi,” kata Ogi di acara Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) Fintech Summit 2022, seperti dikutip Minggu (13/11/2022).
5. Layar Samudera Indonesia (SMDR) Tetap Kokoh Arungi Badai
Emiten pelayaran PT Samudera Indonesia Tbk. masih melihat peluang untuk memacu kinerja bisnisnya di tengah bayang-bayang penurunan rata-rata harga sewa angkutan kapal atau freight rate. Sejumlah strategi pun telah dipersiapkan untuk mengoptimalkan potensi yang ada.
Kinerja emiten berkode saham SMDR ini terlihat masih positif hingga periode 9 bulan tahun ini, meski menghadapi tantangan penurunan freight rate. Pendapatannya mencapai US$853,93 juta, melesat 92,86 persen secara tahunan atau year-on-year (YoY) dari US$442,75 juta pada periode yang sama 2021.
Dari capaian tersebut SMDR juga berhasil mencatat pertumbuhan laba bersih yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk sebesar US$171,53 juta pada sembilan bulan 2022, meroket 232 persen YoY dari sembilan bulan 2021 sebesar US$51,53.