Bisnis.com, JAKARTA - Perusahaan Umum (Perum) Badan Urusan Logistik (Bulog) menepis adanya anggapan tidak mampu menyerap beras dari petani saat musim panen.
Sekjen Bulog Awaluddin Iqbal mengatakan besarnya realisasi serapan oleh Bulog, berbanding lurus dengan besaran produksi tahun yang bersangkutan.
“Beras yang diserap Bulog itu adalah marketable surplus dari satu masa produksi atau musim panen,” kata Awaluddin kepada Bisnis lewat pesan singkat, Kamis (27/10/2022).
Namun, Badan Pangan Nasional (Bapanas) mencatat pada Oktober 2022 stok beras Bulog hanya 673.613 ton atau 11,2 persen. Jika dibandingkan Oktober tahun lalu, stok saat ini adalah yang paling kecil. Pada Oktober 2021, cadangan beras pemerintah (CBP) Bulog mencapai 1,25 juta ton.
Sebaran stok beras nasional hingga minggu ke-2 Oktober 2022 sebanyak 49,8 persen berada di rumah tangga, 21,1 persen berada di penggilingan, dan 12,3 persen berada di pedagang. Sedangkan sisanya di Pasar Cipinang dan perusahaan makanan (restoran, hotel dan sebagainya).
Asisten Deputi Pangan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Muhammad Saifulloh mengatakan stok CBP pada bulan ini di bawah ideal yaitu 1,2-1,5 juta ton. Berbarengan dengan menipisnya stok, harga beras di tingkat konsumen naik 4,2 persen.
"Kalau itu (stabilisasi) enggak berjalan, fungsi Bulog sebagai stabilitator enggak ada. Saya gimana mau menjawabnya, memang enggak berfungsi," kata dia dalam diskusi yang diselenggarakan Pusat Kajian Pertanian Pangan dan Advokasi secara virtual, Selasa (25/10/2022).
Menurut Saifulloh, penurunan stok CBP terjadi setelah Bulog menyalurkan beras untuk mengantisipasi kenaikan harga. Seharusnya, kata dia, penyaluran beras Bulog itu dibarengi dengan kesiapan perusahaan menyerap gabah di tingkat petani.
Saifulloh mengaku telah mengamati di kinerja Bulog. Dia mengatakan Bulog selama ini tidak berhubungan langsung dengan petani, penggilingan, hingga entitas-entitas yang berkaitan. Menurutnya, Bulog lebih banyak mempercayakan tugas tersebut kepada mitranya.
“Dampaknya, arahan kebijakan pemerintah di lapangan menjadi bias. Sebab, informasi yang beredar dari hulu sampai hilir tidak langsung disampaikan Bulog kepada pihak pembeli gabah maupun beras,” ujarnya.
Lebih lanjut, Saifulloh menilai semestinya Bulog turun langsung untuk berkomunikasi dengan petani dan tak hanya bergantung dengan mitra seperti sebelumnya.