Bisnis.com, JAKARTA — Lonjakan utang di banyak negara terutama akibat pandemi Covid-19 menjadi salah satu perhatian utama di tingkat global karena berisiko memicu krisis.
Pada pertemuan tahunan International Monetary Fund (IMF) pertengahan Oktober lalu, disampaikan bahwa sebanyak 28 negara saat ini tengah mengajukan bantuan keuangan dari lembaga tersebut.
Menteri Keuangan Sri Mulyani bahkan menyampaikan bahwa saat ini terdapat setidaknya 60 negara yang mengalami kesulitan utang. Jika kondisi ini memburuk, maka berisiko menimbulkan krisis ekonomi.
"Saat ini ada lebih dari 60 negara yang diperkirakan dalam situasi debt distress, atau kondisi keuangan dan utangnya dalam kondisi distress, yang kemudian bisa memicu krisis utang maupun krisis keuangan, atau krisis ekonomi," kata dia, Rabu (26/10/2022).
Dalam Laporan APBN Kita edisi Oktober 2022, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menyampaikan bahwa Indonesia tidak terkecuali juga merupakan negara yang terdampak pandemi dan melonggarkan batas maksimal defisit fiskal.
Namun demikian, pemerintah memastikan komposisi utang akan tetap dijaga dalam batas aman dan wajar, serta optimal.
Baca Juga
“Selama ini yang telah dan akan terus dilakukan oleh pemerintah adalah menjaga rasio utang pemerintah sehingga tidak menyentuh ambang batas yang telah ditetapkan dalam UU Keuangan Negara, yaitu 60 persen terhadap PDB,” tulis Kemenkeu.
Dalam laporan tersebut, Kemenkeu menyampaikan bahwa ada beberapa cara menjaga rasio utang yang dilakukan pemerintah agar rasio utang tidak menyentuh rasio yang telah ditentukan oleh UU, salah satunya melalui konversi pinjaman menjadi investasi kegiatan atau Debt Swap.
Debt Swap merupakan mekanisme konversi utang menjadi program atau kegiatan yang harus dilaksanakan oleh pemerintah untuk menangani beberapa permasalahan yang ada dan disesuaikan dengan prioritas negara peminjam.
Sejauh ini, ada empat negara maju yang telah beberapa kali menawarkan skema Debt Swap kepada Indonesia, diantaranya Jerman, Italia, Amerika Serikat dan Australia.
Kemenkeu mencatat, total nilai nominal pinjaman Indonesia yang telah dikonversi menjadi investasi kegiatan adalah sebesar US$334,94 juta atau setara Rp5,1 triliun. Per 30 September 2022, telah terealisasi sebesar US$290,51 juta atau equivalen Rp4,4 triliun
Program Debt Swap ini menurut pemerintah merupakan salah satu program yang memberikan dampak yang cukup signifikan, baik untuk mengurangi tekanan terhadap neraca pembayaran Indonesia maupun menjadi kontributor kontribusi positif bagi upaya pemulihan perekonomian.
Kemenkeu menyebut, opsi Debt Swap ini pun masih terbuka untuk dilaksanakan, bahkan dimungkinkan untuk memperluas penjajakan ke negara peminjam lain.
“Dengan demikian, diharapkan nominalnya akan semakin meningkat serta memberikan kontribusi yang lebih banyak bagi investasi kegiatan berkelanjutan di Indonesia,” tulis Kemenkeu.
Adapun, Debt Swap pada praktiknya berlaku untuk utang-utang lama, serta diberikan oleh negara-negara maju dan memiliki hubungan bilateral yang relatif kuat dengan Indonesia.