Bisnis.com, JAKARTA — Center of Economic and Law Studies atau Celios menilai bahwa banyak perusahaan di Indonesia yang sudah melakukan perdagangan karbon di luar negeri. Potensi yang besar dari pasar karbon sangat disayangkan jika malah lari ke luar negeri.
Ekonom dam Direktur Eksekutif Celios Bhima Yudhistira menilai bahwa potensi pasar karbon di dalam negeri cukup besar, baik dari besarnya aktivitas ekonomi maupun luasnya hutan tropis yang masih ada. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memproyeksikan bahwa potensi dari pasar dan perdagangan karbon di dalam negeri dapat mencapai US$565 miliar atau Rp8.475 triliun.
Meskipun begitu, Bhima menyebut bahwa infrastruktur pasar karbon di dalam negeri masih belum tersedia. Hal itu menimbulkan risiko perebutan pasar karbon di negara lainnya, yang justru membuat peluang ekonomi bagi Indonesia hilang.
"Selama ini faktanya beberapa perusahaan di Indonesia sudah melakukan perdagangan karbon di bursa luar negeri, sangat disayangkan kalau potensi pasar karbon akhirnya lari keluar. Waktu untuk persiapan pasar karbon tidak banyak, maka diperlukan penguatan sinergi antar otoritas terkait untuk menyiapkan regulasi, mekanisme, hingga infrastruktur perdagangan," ujar Bhima pada Selasa (18/10/2022).
Menurut Bhima, pemerintah perlu meningkatkan kapabilitas infrastruktur dan meningkatkan kualitas pengawasan dalam mengembangkan pasar karbon. Selain itu, dia menilai bahwa pemerintah harus segera menentukan aturan main pasar karbon, baik dalam konteksnya sebagai komoditas maupun bauran dengan efek.
Dia menilai bahwa karena Rancangan Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (RUU PPSK) masih dalam proses pembahasan, pemerintah dapat memperdalam beberapa pasal yang langsung berkaitan dengan pasar karbon.
Baca Juga
"Peningkatan volume perdagangan pasar karbon pada bursa komoditi yang telah ada dapat membantu dampak positif yang lebih besar terhadap seluruh ekosistem perekonomian nasional," kata Bhima.