Bisnis.com, JAKARTA - Emiten properti PT Ciputra Development Tbk. (CTRA) optimistis pasar properti tak terimbas oleh ancaman resesi global maupun menjelang tahun politik 2023 mendatang.
Direktur Ciputra Development Harun Hajadi mengatakan, hal tersebut dilandaskan pada potensi pertumbuhan gross domestic product (GDP) atau produk domestik bruto Indonesia yang membaik.
"Untuk tahun 2023, saya belum punya bayangan. Yang pasti jika Indonesia GDP-nya masih tumbuh baik, walaupun global mengalami resesi, properti masih akan oke," kata Harun kepada Bisnis, dikutip Selasa (17/10/2022).
Menurut Harun, inflasi hingga kenaikan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI-7 Day Reverse Repo Rate/BI7DRR) merupakan faktor makro ekonomi yang harus dihadapi oleh pengembang properti. Pihaknya mengaku tak memiliki antisipasi berlebih karena yakin kondisi tersebut tidak akan berpengaruh pada kinerja penjualan.
"Enggak ada lah, itu kan faktor makro yang harus dihadapi," tegasnya.
Di sisi lain, Harun menuturkan bahwa menjelang tahun politik ini, CTRA cukup siap mneghadapi berbagai sentimen yang dapat berpengaruh pada kebijakan di sektor properti. Bahkan, menurutnya tahun politik ini tidak akan berdampak signifikan dan tidak perlu dikhawatirkan selama pertumbuhan ekonomi RI terjaga stabilitasnya.
Baca Juga
"Tahun politik menurut saya tidak ada pengaruh ke pasar properti. Yang penting ekonomi Indonesia masih tumbuh, inflasi terkontrol agar bunga tidak naik banyak, itu saja," ujarnya.
Menurutnya, kenaikan suku bunga dinilai mengganggu serapan pasar di tahun ini, meski penjualan masih terus bergulir. Harun mengatakan, perlambatan serapan lebih terasa untuk produk apartemen sehingga tahun ini pihaknya tak begitu banyak menambah pasokan baru.
"Tentu dengan adanya kenaikan suku bunga, akan memperlambat serapannya," pungkasnya.
Adapun, terkait prospek properti erat kaitannya dengan pertumbuhan ekonomi. Diberitakan sebelumnya, pemerintah memproyeksi pertumbuhan ekonomi 2023 mencapai angka 5,3 persen dengan tingkat inflasi sebesar 3,6 persen.
Sementara itu, per September lalu Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat indeks harga konsumen (IHK) atau inflasi tahunan sebesar 5,95 persen (year-on-year/yoy). Meski berpotensi terus meningkat, pemerintah optimistis dapat menahan laju inflasi di angka 6 persen hingga akhir 2022.