Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

"Badai Hebat" Datang, Fitch dan Moody’s: Ekonomi Indonesia Tetap Kuat

Lembaga rating internasional Fitch dan Moody’s mengungkapkan ekonomi Indonesia tetap kuat, meski badai hebat krisis ekoomi global bakal datang.
Suasana deretan gedung bertingkat dan perumahan padat penduduk di Jakarta, Senin (4/7/2022). Bisnis/Eusebio Chrysnamurti
Suasana deretan gedung bertingkat dan perumahan padat penduduk di Jakarta, Senin (4/7/2022). Bisnis/Eusebio Chrysnamurti

Bisnis.com, JAKARTA — Sejumlah lembaga rating internasional menilai perekonomian Indonesia tetap kuat di tengah kondisi perekonomian global yang tengah menunggu datangnya "badai hebat" krisis ekonomi. . 

Hal ini disampaikan oleh dua lembaga rating, Fitch dan Moody’s, saat bertemu dengan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati di Washington DC, Amerika Serikat.

Berdasarkan penilaian terakhir tahun ini, Moody’s memberikan Indonesia predikat sebagai negara dengan perekonomian yang cukup stabil di tengah situasi global yang bergejolak.

Sementara itu, Fitch menilai ekonomi Indonesia cukup terjaga, baik dari sisi kinerja maupun sisi perumusan kebijakan dalam menghadapi kondisi sulit. 

Namun demikian, Fitch mengingatkan Indonesia agar tetap berhati-hati dalam merumuskan dan menerapkan setiap kebijakan yang mempengaruhi kinerja perekonomian agar hasilnya tepat sasaran.

Pada pertemuan dengan Fitch tersebut, Sri Mulyani menyampaikan bahwa salah satu kebijakan yang diambil pemerintah adalah memperlebar defisit APBN di atas 3 persen dari produk domestik bruto (PDB) untuk penanganan pandemi Covid-19.

Dia meyakini defisit fiskal akan kembali ke angka normal, yaitu di bawah 3 persen, sesuai dengan target pemerintah pada 2023.

“Kondisi fiskal tahun 2022 cukup baik, namun tetap dengan kewaspadaan tinggi seiring dengan perkembangan ekonomi global yang bergejolak. Risiko global, kenaikan inflasi, suku bunga, yang berdampak pada cost of fund meningkat, dolar semakin kuat,” katanya dalam siaran  pers yang dikutip Bisnis, Senin (16/10/2022).

Sri Mulyani menambahkan bagi negara berkembang, situasi ini membutuhkan pendanaan sehingga isu restrukturisasi utang menjadi penting.

Sebelumnya, Sri Mulyani menyampaikan bahwa krisis pangan dan tingginya harga energi akan membawa ‘badai hebat’ risiko bagi negara-negara berkembang. 

Ketidakpastian kondisi ekonomi yang masih tinggi saat ini berpotensi lebih 'gelap' pada tahun depan. Apalagi, terdapat tantangan dengan adanya lonjakan inflasi, apresiasi nilai tukar dolar Amerika Serikat, dan tren suku bunga yang terus naik.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper