Bisnis.com, JAKARTA — Restrukturisasi utang menjadi salah satu pembahasan dalam pertemuan para menteri keuangan dan gubernur bank sentral (FMCBG) G20, kaitannya dengan langkah penanganan tekanan utang yang semakin besar.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjelaskan bahwa saat ini dunia menghadapi kondisi harga pangan dan energi yang tinggi, sehingga mendorong kenaikan inflasi. Dampaknya, tekanan utang menjadi semakin tinggi sehingga menambah risiko bagi negara miskin dan berkembang.
Seluruh negara menghadapi tantangan untuk menyeimbangkan stabilitas ekonomi dan penanganan inflasi. Kebijakan yang kurang tepat dapat melemahkan perekonomian sehingga menambah beban atas tekanan utang yang sudah tinggi.
Dalam The 4th Finance Ministers and Central Bank Governors (FMCBG) Meeting, negara-negara G20 menyepakati perlu adanya langkah penanganan tekanan utang. Salah satu langkah yang menjadi pertimbangan adalah restrukturisasi utang.
"Terdapat tiga elemen penting dalam menghadapi tekanan utang [debt distress], yaitu kemampuan untuk menggunakan kerangka umum untuk menyelesaikan, atau merestrukturisasi, atau menangani utang," ujar Sri Mulyani dalam konferensi pers The 4th FMCBG Meeting di Washington D.C, Amerika Serikat, Kamis (13/10/2022) waktu AS.
Menurutnya, dalam menangani masalah tekanan utang, perlu terdapat sinergi dalam menggunakan kerangka umum untuk menciptakan perkiraan yang lebih baik terkait utang suatu negara. Kerja sama internasional dapat mendukung pelaksanaan itu sehingga mencegah tekanan utang di negara berpenghasilan rendah dan menengah.
Baca Juga
Lalu, perlu adanya jaring pengaman keuangan global, seperti melalui dukungan International Monetary Fund (IMF). Kebijakan Special Drawing Rights (SDR) dapat menjadi salah satu opsi bagi negara-negara miskin dan berkembang untuk mengurangi tekanan utang.
Sri Mulyani pun menyebut bahwa Multilateral Development Banks (MDB) dapat menggunakan neracanya untuk memberikan dukungan kepada banyak negara dalam situasi kritis. Neraca itu bahkan dapat digunakan untuk penanganan kepentingan global, seperti terkait masalah krisis iklim.
"Diskusi mengenai tekanan utang ini, tentu, kerangka G20 dalam konteks secara global," kata Sri Mulyani.