Bisnis.com, JAKARTA — Bank indonesia (BI) memperkirakan kinerja penjualan eceran akan mengalami penurunan pada September 2022.
Berdasarkan Survei Penjualan Eceran, Indeks Penjualan Riil (IPR) pada September 2022 tercatat sebesar 200,0. Secara bulanan, kinerja penjualan eceran tersebut diperkirakan terkontraksi -0,9 persen (month-to-month/mtm).
“Pertumbuhan penjualan eceran diperkirakan mengalami kontraksi sebesar 0,9 persen mtm, seiring dengan penurunan pada kelompok suku cadang dan aksesori, kelompok Makanan, minuman, dan tembakau serta bahan bakar kendaraan bermotor,” tulis BI dalam laporannya, Selasa (11/10/2022).
Jika dirincikan, kelompok suku cadang dan aksesori mencatatkan kontraksi sebesar -12,7 persen mtm, bahan bakar kendaraan bermotor -8,6 persen, serta makanan, minuman, dan tembakau -0,5 persen mtm.
Secara tahunan, BI mengungkapkan kinerja penjualan eceran diperkirakan meningkat sebesar 5,5 persen (year-on-year/yoy), lebih tinggi dari pertumbuhan bulan sebelumnya sebesar 4,9 persen yoy.
Peningkatan terutama ditopang oleh perbaikan kontraksi kelompok perlengkapan rumah tangga lainnya -1,6 persen yoy, peralatan informasi dan komunikasi -20,1 persen yoy, serta meningkatnya pertumbuhan kelompok makanan, minuman, dan tembakau 8,2 persen.
Pada Senin (10/10/2022), BI juga merilis data Indeks Keyakinan Konsumen (IKK). IKK pada September 2022 tercatat menurun menjadi sebesar 117,2, dari bulan sebelumnya 124,7.
Menurunnya keyakinan konsumen tercatat pada seluruh kategori pengeluaran, terutama pada responden dengan pengeluaran Rp4 juta dan Rp1 juta hingga Rp5 juta.
Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Yusuf Rendy Manilet mengatakan bahwa penurunan IKK ini sejalan dengan laju inflasi yang meningkat tinggi pada September 2022.
Yusuf mengatakan, inflasi pada September 2022 yang mencapai 5,95 persen telah melampaui batas atas dari target inflasi pemerintah. Bahkan, sepanjang tahun berjalan, inflasi hingga September 2022 telah mencapai 4,84 persen.
Adapun, inflasi kelompok harga barang yang diatur pemerintah menjadi kelompok dengan kenaikan terbesar, di atas barang bergejolak dan inflasi inti.
“Hal ini menggambarkan bahwa dampak perubahan dari harga BBM berdampak signifikan terhadap kenaikan inflasi dan pada muaranya kegiatan konsumsi masyarakat,” katanya.
Dia mengatakan, kondisi ini tergambarkan dari penurunan IKK pada seluruh kelompok golongan.
Menurutnya, meskipun kelompok penghasilan bawah telah mendapatkan bantuan pemerintah selama periode kenaikan harga BBM bulan lalu, namun tetap tidak menghindarkan persepsi keyakinan konsumen kelas ini.
Konsumsi masyarakat kelas bawah yang mendapatkan bantuan sosial dari pemerintah pun ikut mengalami perlambatan atau penurunan bersamaan dengan kelompok lain.
“Saya kira sign ini perlu dievaluasi, apalagi jika data indeks penjualan riil telah keluar. Jika asumsi penjualan riil justru turun, maka perlu dievaluasi penyaluran bantuan sosial, jelasnya.
Yusuf mengatakan perkembangan IKK ke depan masih akan dipengaruhi oleh seberapa tingginya inflasi akan terjadi di sisa bulan tahun ini.
Jika mengacu pada Indeks Harga Produsen, yang pertumbuhannya telah mencapai 11 persen secara tahunan pada kuartal II/2022, maka tingkat harga di tingkat konsumen berpotensi mengalami kenaikan.
“Artinya inflasi masih berpotensi untuk meningkat dan oleh karena itu, IKK juga berpotensi kembali menurun di beberapa bulan ke depan. Namun, saya kira masih akan tetap berada di level optimis,” katanya.