Bisnis.com, JAKARTA- Selama ini, energi fosil masih merupakan sumber utama bagi kebutuhan industri maupun ritel. Namun, cadangan sumber tersebut semakin menipis, berbeda dengan pemanfaatan energi baru terbarukan seperti energi matahari.
Indeks World Bank mencatatkan kenaikan harga minyak mentah hingga 350 persen dari April 2020-April 2022. Hingga akhir tahun, harga dari Bahan Bakar Minyak (BBM) pun diperkirakan akan terus meningkat sebesar 50 persen, sementara harga pada 2023 diperkirakan kembali naik sebesar 46 persen lebih tinggi.
Di Indonesia sendiri, kenaikan harga BBM telah mencapai 30 persen, terutama BBM bersubsidi seperti solar dan pertalite. Melihat volatilitas industri BBM, kini semakin banyak negara di dunia yang memprioritaskan transisi menuju sumber energi terbarukan.
Salah satu sumber energi alternatif untuk mengatasi krisis minyak bumi adalah tenaga matahari. Di samping jumlahnya yang tidak terbatas, cahaya matahari dapat dikonversi menjadi listrik dengan teknologi sel surya (fotovoltaik), tanpa menimbulkan polusi yang merusak lingkungan.
Tidak hanya itu, dari segi perbandingan harga, penggunaan teknologi sel surya hanya berkisar di $32-42 atau Rp490.000-630.000 per MWh. Sedangkan harga untuk energi BBM adalah $66-152 atau Rp990.000-2.300.000 per MWh, atau dua kali lipat lebih tinggi.
Efisiensi itupun mendorong tren penggunaan solar panel. Hal itu diungkapkan George Hadi Santoso, Vice President of Marketing Xurya yang merupakan salah satu perusahaan penyedia solar panel dengan skema sewa.
Xurya menawarkan nilai tambah bagi pemilik bangunan komersial dan industri (C&I), mulai dari studi kelayakan investasi, instalasi, pengoperasian dan pemeliharaan secara berkala, dengan menyediakan skema sewa bagi pemilik atap untuk menikmati penghematan listrik tanpa investasi.
“Pemasangan panel atap surya dapat berkontribusi pada pelestarian lingkungan karena mengurangi pemakaian bahan bakar fosil. Selain itu, perusahaan juga dapat menghemat biaya listrik hingga 50 persen, terlebih karena mereka tidak perlu mengeluarkan investasi tambahan. Dari tahun 2018, kami melihat tren positif dimana semakin banyak perusahaan yang beralih ke PLTS Atap, mulai dari sektor industri consumer goods, F&B, otomotif, tekstil, keramik, mall, hotel dan masih banyak lagi,” katanya, dikutip, Minggu (2/10/2022).
Melihat tren itu, Xurya optimistis bisa menggarap pasar lebih besar. “Tahun ini, kami sudah memiliki lebih dari 100 pelanggan perusahaan dari berbagai provinsi, yang merupakan jumlah terbanyak di Indonesia untuk pemasangan PLTS Atap dengan skema ‘sewa tanpa investasi’. Tujuan utama kami di jangka panjang adalah untuk bisa merealisasikan pemasangan PLTS Atap mencapai 1 Giga Watt Peak dan membantu lebih banyak perusahaan beralih ke energi yang hemat dan ramah lingkungan,” tambah George.