Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Jokowi akan Setop Ekspor Bauksit, ESDM Lapor 7 Proyek Smelter Macet

Kementerian ESDM melaporkan ke Presiden Jokowi terkait molornya pembangunan 7 proyek smelter bauksit.
Penambangan bauksit di Bintan, Kepulauan Riau./Antara-Niko Panama
Penambangan bauksit di Bintan, Kepulauan Riau./Antara-Niko Panama

Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) melaporkan terdapat 7 proyek pembangunan pabrik pemurnian dan pengolahan mineral logam atau smelter bauksit yang mengalami kendala serius hingga tahun ini.

Laporan itu muncul seiring dengan rencana Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk melanjutkan penghentian ekspor bauksit pada Juni 2023.

Direktur Pembinaan Program Mineral dan Batu Bara Ing Tri Winarno mengatakan masih terdapat sejumlah isu seperti perizinan, pengadaan lahan, kepastian pasokan listrik hingga pembiayaan yang membuat sebagian proyek pembangunan smelter molor dari target yang ditetapkan.

“Terutama industri bauksit ada tujuh yang mengalami keterlambatan dalam pembangunan smelternya,” kata Tri dalam Webinar Hilirisasi Mineral Kementerian ESDM, Kamis (15/9/2022).

Berdasarkan data Kementerian Investasi per Juni 2022, baru terdapat tiga smelter yang beroperasi dengan kapasitas input bijih bauksit secara keseluruhan 36,9 juta ton.

Ketiga smelter itu di antaranya milik PT Indonesia Chemical Alumina dengan kapasitas output 300.000 chemical grade alumina (CGA), PT Well Harvest Winning dengan kapasitas output 1 juta smelter grade alumina (SGA) dan PT Inalum dengan kapasitas output 250.000 aluminium ingot dan billet.

Kementerian Investasi mencatat terdapat 11 smelter bauksit dengan keluaran SGA yang masih tahap pengerjaan dan 1 pabrik pengolahan dan pemurnian bauksit dalam tahap konstruksi dengan keluaran CGA. Adapun, 1 smelter dalam tahap perencanaan milik PT Inalum yang ditargetkan memproduksi Aluminium Ingot dan Billet.

Salah satu proyek pembangunan smelter bauksit yang belakangan mangkrak adalah Smelter Grade Alumina Refinery (SGAR) Mempawah milik Inalum dan Antam.

Seperti diketahui, BUMN Holding Industri Pertambangan atau Mining Industry Indonesia (MIND ID) memutus kontrak kerja sama dengan konsorsium EPC yakni BUMN asal China, China Aluminium International Engineering Corporation Ltd. (Chalieco) dan PT Pembangunan Perumahan Tbk. (PTPP) setelah mandeknya pembangunan Smelter Grade Alumina Refinery (SGAR) Mempawah.

Direktur Utama MIND ID Hendi Prio Santoso mengatakan holding tambang sudah mencoba mencari sejumlah jalan keluar untuk sengketa yang dihadapi oleh konsorsium EPC selama 8 bulan terakhir. Hanya saja, mediasi yang dilakukan MIND ID tidak kunjung membuahkan hasil.

“Kami sudah di ujung sekali kelihatannya bilamana disetujui Kementerian BUMN kita akan melakukan pemutusan kontrak,” kata Hendi saat rapat dengar pendapat dengan Komisi VI DPR RI, Jakarta, Senin (12/9/2022).

Menurut Hendi, kontraktor EPC itu merasa keberatan untuk melanjutkan pengerjaan SGAR yang masuk sebagai proyek strategis nasional (PSN). Alasannya, keberlanjutan proyek justru akan merugikan perusahaan secara bisnis.

“Kontraktor merasa kalau dia melanjutkan ini dia akan rugi besar, mungkin kami tidak ada pilihan lain selain memutus kontrak ini dan mengulang proses pencarian kontrak yang baru,” ujarnya.

Molornya proyek yang ditaksir mencapai US$1,7 miliar dengan kapasitas operasi 1 juta ton itu disebabkan karena perselisihan yang terjadi dari pihak pemegang konsorsium EPC yakni BUMN asal China, China Aluminium International Engineering Corporation Ltd. (Chalieco) sebesar 75 persen dan sisanya PT Pembangunan Perumahan Tbk (PTPP).

Proyek itu sempat ditarget selesai pembangunan infrastrukturnya minimal 70 persen pada Maret 2022. Hanya saja, perselisihan itu menghambat pengerjaan smelter di posisi 13 sampai 14 persen.

Seperti diketahui, proyek strategis nasional untuk pemurnian bijih bauksit itu dikelola oleh PT Borneo Alumina Indonesia (PT BAI) yang sahamnya mayoritas dimiliki PT Inalum (Persero) sebanyak 60 persen dan sisanya Antam dengan kepemilikan 40 persen.

Diberitakan sebelumnya, pemerintah menargetkan untuk mempercepat upaya penghentian ekspor bauksit bersih atau washed bauxite (WBx) yang ditargetkan efektif pada Juni 2023. Kebijakan itu dilakukan menyusul kesuksesan proses hilirisasi nikel beberapa waktu terakhir ini.

Presiden Jokowi mengatakan nilai tambah dari program hilirisasi produk tambang mentah belakangan sudah menunjukkan hasil yang positif. Selain neraca dagang yang berbalik positif dengan sejumlah mitra kuat, pendapatan negara dari sektor pertambangan juga makin besar pada tahun ini.

Jokowi memastikan nilai tambah itu berpotensi untuk terus tumbuh seiring dengan target sejumlah pembangunan pabrik pemurnian dan pengolahan mineral logam atau smelter besar yang diharapkan rampung pada 2024 mendatang.

Dia mencontohkan, pengerjaan untuk smelter konsentrat tembaga di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) JIIPE, Gresik, Jawa Timur yang pengerjaannya belakangan dipercepat selepas pelandaian pandemi tahun ini.

“Setelah Gresik beroperasi akan kelihatan berapa nilai tambah dari copper yang sudah lebih dari 50 tahun kita ekspor mentahan, begitu juga dengan bauksit akan muncul angka-angka di atas US$30 miliar entah dari nikel, tembaga bauksit saya pastikan itu,” kata Jokowi dalam sarasehan 100 Ekonom Indonesia, Jakarta, Rabu (7/9/2022).

Potensi hilirisasi yang masih prospektif itu, kata Jokowi, turut berdampak positif pada kinerja neraca perdagangan Indonesia dengan sejumlah negara besar seperti India, China hingga Amerika Serikat. Misalkan untuk China, dia mengatakan, neraca dagang Indonesia sempat defisit hingga US$13 miliar pada 2014 lalu. Belakangan, neraca dagang dengan China menciut di angka US$2,4 miliar pada 2021.

Sementara itu, neraca dagang Indonesia dengan Amerika Serikat malahan dipastikan mengalami surplus yang makin besar pada tahun ini lewat intensifikasi hilirisasi mineral logam mentah tersebut. Dia memastikan neraca perdagangan Indonesia dengan Amerika Serikat sudah surplus di angka US$14,4 miliar pada pertengahan tahun ini.

“Tahun ini kita pastikan sudah surplus dengan RRT [China] karena raw material yang sudah tidak diekspor dengan Amerika juga sama dulu surplus kita di 2014 US$3,3 miliar sekarang US$14,4 miliar,” ungkapnya.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper