Bisnis.com, JAKARTA — Presiden Joko Widodo atau Jokowi resmi mengeluarkan mandat khusus untuk percepatan pengembangan energi terbarukan berkaitan dengan penyediaan tenaga listrik berbasis energi baru dan terbarukan (EBT).
Secara garis besar mandat yang tertuang dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia (Perpres) Nomor 112 Tahun 2022 tentang Percepatan Pengembangan Energi Terbarukan Untuk Penyediaan Tenaga Listrik itu mengatur soal penetapan tarif yang diharapkan mendukung ekosistem pembangkit listrik EBT di Tanah Air.
Jokowi, lewat Perpres itu, tetap mengamanatkan PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) atau PLN untuk melakukan negosiasi intensif dengan produsen EBT dengan harga pembelian listrik patokan tertinggi. Selain menimbang biaya fasilitas jaringan, harga patokan itu juga memasukkan perhitungan lokasi pembangkit.
“Harga pembelian tenaga listrik berdasarkan harga patokan tertinggi dengan ketentuan negosiasi dengan batas atas berdasarkan harga patokan tertinggi tanpa eskalasi selama jangka waktu PJBL [perjanjian jual beli tenaga listrik] dan berlaku sebagai persetujuan harga dari menteri,” kata Jokowi seperti dikutip dari Perpres tersebut, Kamis (15/9/2022).
Kendati demikian, harga pembelian tenaga listrik untuk PLTP tetap mengakomodasi ketentuan eskalasi selama jangka waktu perjanjian jual beli tenaga listrik (PJBL) atau perjanjian jual beli uap panas bumi (PJBU) dengan negosiasi batas atas berdasarkan harga patokan tertinggi yang diamanatkan Perpres. Negosiasi itu bakal berlaku sebagai harga dasar.
Di sisi lain, Jokowi menjamin akan mengalokasikan kompensasi tambahan atas biaya yang telah dikeluarkan PLN untuk pembelian listrik bersih itu yang dipastikan menaikkan biaya pokok pembangkit tenaga listrik perusahaan pelat merah tersebut.
Baca Juga
“Pembelian tenaga listrik yang memanfaatkan EBT menyebabkan peningkatan biaya pokok pembangkit tenaga listrik PLN, PLN harus diberikan kompensasi atas semua biaya yang telah dikeluarkan dan pembayaran dilaksanakan sesuai kemampuan keuangan negara,” kata dia.
Selain itu, Jokowi meminta kementerian, lembaga dan pemerintah daerah terkait untuk segera menyusun ketentuan pemberian insentif fiskal dan nonfiskal sesuai dengan kewenangannya paling lama satu tahun setelah Perpres ini berlaku.
Seperti diberitakan sebelumnya, Asosiasi Panas Bumi Indonesia (API) mendorong pemerintah untuk memberlakukan skema Feed-in Tariff (FiT) dalam pembahasan daftar inventarisasi masalah atau DIM rancangan undang-undang energi baru dan energi terbarukan (RUU EB-ET) yang saat ini masuk dalam proses pendalaman setiap pasal hasil inisiatif parlemen.
Ketua Umum API Priyandaru Effendi mengatakan skema itu bakal mempercepat upaya pengembangan pembangkit listrik panas bumi yang saat ini terkendala dari sisi tarif yang ditetapkan oleh PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) atau PLN. Menurut Priyandaru, tarif yang ditetapkan berdasarkan kemampuan PLN itu tidak mampu menutupi biaya proyek pengembangan pembangkit berbasis panas bumi tersebut.
“Kita dalam posisi tidak ingin negosiasi business to business (B2B) dengan PLN tapi langsung saja penugasan untuk mempercepat pengembangan karena negosiasi akan memakan waktu,” kata Priyandaru saat dihubungi, Kamis (11/8/2022).
Dengan FiT itu, Priyandaru mengatakan, setiap daerah yang melakukan pelelangan proyek sudah menetapkan harga untuk perjanjian jual beli tenaga listrik atau power purchase agreement di depan kontrak. Dengan demikian, keekonomian proyek panas bumi dapat lebih terjamin untuk pengembangan industri energi bersih lebih cepat dan efisien.
“Kita tidak perlu negosiasi dengan PLN itu bisa mengurangi waktu pengembangan rata-rata sekarang kan 10 sampai 12 tahun, normalnya bisa dicapai 7 tahun,” tuturnya.